Jakarta –

Banyak penelitian yang menunjukkan dampak migrasi senyawa kimia Bisphenol A atau BPA terhadap kesehatan. Saat ini, beberapa negara telah melarang penggunaan bahan kimia ini pada produk plastik.

Sebut saja Amerika, Malaysia, dan negara-negara Eropa. Negara-negara tersebut telah melarang penggunaan BPA pada produk kemasan makanan.

Sekadar informasi, BPA merupakan senyawa kimia yang sering ditemukan pada produk plastik seperti botol, wadah makanan, pelapis kaleng, dan galon yang dapat digunakan kembali. Apabila wadah seperti galon reusable terkena suhu panas atau digunakan berulang kali dan distribusinya tidak baik, misalnya diangkut dengan truk terbuka untuk terkena sinar matahari langsung, BPA dapat larut ke dalam air. minum setiap hari

Buruknya pengawasan pascaproduksi yang dilakukan produsen galon polikarbonat mengakibatkan temuan BPOM tahun 2021-2022 menunjukkan kadar BPA yang bermigrasi ke air minum lebih besar dari 0,6 ppm (standar BPOM) kemudian meningkat menjadi 4,58 persen. Hasil uji migrasi BPA juga berada pada ambang batas 0,05-0,6 ppm, kemudian meningkat menjadi 41,56 persen.

Menurut perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus dokter spesialis kebidanan dan kandungan dr Ulul Albab, SpOG, beberapa penelitian menyatakan bahwa migrasi BPA bisa berbahaya dalam jangka panjang, baik bagi pria maupun wanita, serta bagi tumbuh kembang anak.

“Kalau dibilang risiko pada laki-laki yang terpapar BPA itu ada hubungannya dengan infertilitas, karena saya bilang memang meningkat 4,2 kali lipat,” ujarnya di acara Leaders Forum detikcom di Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024). .

Di Indonesia, pemerintah belum sepenuhnya melarang penggunaan BPA. Namun Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) telah meminta pelaku industri untuk memberikan label peringatan bahaya BPA pada galon berbahan polikarbonat. Hal ini tertuang dalam Peraturan BPOM no. 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Peraturan BPOM ini dinilai sebagai langkah penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Apalagi mengingat risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat paparan BPA pada galon daur ulang yang dikonsumsi jutaan masyarakat Indonesia setiap harinya.

Meski pemerintah telah menerapkan peraturan pelabelan, Dr. Ulul berpendapat tetap penting untuk tidak menggunakan BPA dalam kemasan makanan, seperti galon yang dapat digunakan kembali. Alternatif pengganti BPA dalam kemasan makanan telah tersedia dan dapat digunakan secara luas tanpa menimbulkan risiko kesehatan.

“Kita tidak hanya berbicara tentang air minum dalam kemasan, tapi setiap produk atau wadah atau kemasan dikaitkan dengan BPA.” Karena kami tahu ada alternatif selain BPA dan kami tahu BPA juga berdampak pada kesehatan,” lanjutnya.

Lambat laun, semakin banyak produk air minum dalam kemasan yang beralih dari plastik polikarbonat ke PET yang lebih aman. Mereka mulai meninggalkan wadah galon yang dapat digunakan kembali, meski ada juga produk baru yang mulai didistribusikan secara selektif di daerah tertentu. (jus/up)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *