Jakarta –
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GPE) Hariyadi Sukamdani membandingkan industri pariwisata Indonesia dengan negara lain. Menurut Hariyadi, pariwisata Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara.
Dia memperkirakan situasi ini terjadi karena dukungan yang kurang diberikan oleh pihak berwenang. Banyak yang menganggap sektor ini kurang penting, padahal sektor pariwisata bisa membuka banyak lapangan kerja
“Kenapa kita lebih rendah dari negara sesama, ASEAN dll. Jawabannya sederhana sekali, karena elite politik kita DRP dan mereka yang menduduki jabatan di pemerintahan tidak peduli dengan pariwisata secara politik. Rabu (4/9/2024) Yayasan Shahid Jaya, dalam pertemuan dengan para penulis informasi di Yayasan Shahid Jaya mengatakan bahwa pariwisata merupakan tambahan.
Ia menyebutkan pariwisata di Thailand pernah mencapai 40 juta orang, meski jumlah penduduknya hanya 68-72 orang. Sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk 275 juta jiwa hanya menerima 11,6 juta kunjungan wisman pada tahun lalu.
Padahal, Hariyadi mengatakan Indonesia mempunyai potensi menjadi yang terbesar di dunia, tidak hanya di Asia Tenggara. Pelanggaran pemerintah tidak mempromosikan pariwisata domestik dengan baik
“Negara lain memimpin pariwisata. Thailand tujuan wisatawan pertama. Jumlah penduduknya hanya 72 juta orang, mungkin 68-69 juta orang di 2019. Berapa wisatawan yang datang? 40, setengah juta orang. Berapa devisa yang dihasilkan. Dia menjelaskan.
Belum lagi anggaran Kemenparekraf yang semakin terpuruk,” ujarnya. Padahal tanggung jawab Kementerian adalah memajukan dan mengembangkan sektor pariwisata. Ya, itu membutuhkan dana yang cukup
Dalam acara tersebut ia juga menyinggung usulan rencana DPR terhadap RUU Pariwisata yang telah disetujui pada 8 Juli 2024 dalam Sidang Debat DPR ke-21 Sidang Kelima Tahun 2023-2024.
Menurut dia, Kemenparekraf belum pernah membahas RUU Pariwisata dengan seniman pariwisata. Perdebatan RUU Pariwisata yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Agustus 2024 menuai protes dari asosiasi pariwisata.
“Karena pembahasannya sangat singkat dan ada beberapa hal yang dibahas secara spesifik, maka tidak ada kesepakatan mengenai poin-poin yang dibahas dalam sidang tersebut dan Kementerian Pariwisata meminta untuk menjadwalkan ulang pembahasan RUU Pariwisata, namun berdasarkan informasi melalui Kementerian. Pariwisata dan Sekretariat Negara Bidang Ekonomi Kreatif Ia menjelaskan, RUU UU Pariwisata sudah diserahkan kepada Presiden.
Hariyadi mengatakan, mengingat waktu, RUU Pariwisata tidak mungkin disahkan sebelum masa kerja DRP periode 2019-2024 berakhir. Untuk itu, GPI meminta pembahasan RUU Pariwisata ditunda hingga pengambilan sumpah anggota DRP periode 2024-2029.
“Pembahasan RUU UU Pariwisata penting dilakukan bekerjasama dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia agar pasca disahkannya RUU UU Pariwisata dapat dilaksanakan dan dijadikan pedoman bagi seluruh aspek pengembangan pariwisata Indonesia,” ujarnya. (secara berurutan)