Jakarta –

Kelas Rawat Inap Standar BPJS Kesehatan (KRIS) yang merupakan aturan baru penyempurnaan Kelas 1, 2, dan 3 dinilai masih memiliki beberapa kekurangan atau kekurangan yang perlu segera dievaluasi. Diketahui, penerapan KRIS untuk peserta BPJS Santé akan diterapkan sebelum 30 Juni 2025.

Sejumlah anggota Komisi IX DPR menyerukan penundaan pelaksanaan KRIS karena berbagai alasan, seperti potensi risiko terganggunya layanan di rumah sakit akibat kurangnya kesiapan rumah sakit dan tempat tidur.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan (Womencase) Dante Saxono Harbuwono optimistis banyak rumah sakit yang siap menerapkan KRIS BPJS Kesehatan. Ia yakin KRIS justru akan meningkatkan pendapatan rumah sakit karena efisiensi tempat tidur di ruang perawatan.

“Sebenarnya studi KRIS ini meningkatkan pendapatan rumah sakit pak. Karena efisiensi bisa dicapai dengan empat tempat tidur dalam satu ruang perawatan. , “kata Dante dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6/2024).

Saat ini, Dante mengatakan setidaknya ada 2.316 rumah sakit yang memenuhi kriteria penerapan KRIS. Jumlah tersebut setara dengan 79,05 persen dari total 3.057 rumah sakit di Indonesia yang akan menerapkan KRIS untuk perawatan pasien.

“Dari survei terkini penerapan KRIS, per 20 Mei 2024, terlihat 79,05 persen dari 12 kriteria KRIS telah terpenuhi,” kata Dante.

Meski demikian, Kementerian Kesehatan akan terus mengevaluasi kebijakan KRIS tersebut. Dante menegaskan, pendapat anggota Komisi IX DPR RI sangat membantu Kementerian Kesehatan dalam menyempurnakan kebijakan tersebut sebelum diterapkan di masyarakat.

“Secara umum kami melihat pendapat yang ada saat ini berasal dari tiga hal yang harus kita evaluasi bersama, yang pertama adalah pemerataan, yang kedua adalah kualitas, yang ketiga adalah keberlanjutan. “. “kata Dant.

Salah satu poin penting terkait keluhan anggota Komisi IX DPR RI adalah pernyataan Irma Suryani Chaniago dari Fraksi NASDEM, ia meminta Wakil Menteri Kesehatan Dante mengevaluasi kebijakan KRIS. Irma mengatakan pemerintah harus mendengarkan masyarakat dan tidak bisa bersikap diktator yang ‘memaksa’ kebijakan tersebut dilaksanakan sebelum 30 Juni 2025.

Masyarakatlah yang membayar, masyarakatlah yang harusnya mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah. Tanya masyarakat, bisa atau tidak?”

Lebih lanjut ia mengatakan, “Jangan bilang harus diktator, kenapa harus diktator? Pemerintah tidak boleh diktator, tidak boleh pak. Sebaiknya tanya dulu ke masyarakat.”

Irma mengatakan, konstitusi perlu dievaluasi. Irma mengatakan, hal ini karena jika tidak benar-benar disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat maka akan terjadi kekacauan.

“Saya bilang saja, pikirkan baik-baik, nilai dulu, perbaiki apa yang kita minta, yang kita bicarakan hari ini, maksudnya perbaiki dulu. ” Man, percayalah,” tutupnya. Simak video “Saat Anggota DPR menyemprot Wakil Menteri Kesehatan terkait KRIS BPJS Kesehatan” (NAF/NAF)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *