Jakarta –
Layanan untuk para penyandang cacat di bandara Indonesia harus lebih inklusif dan ramah dengan semua disabilitas, baik oleh disabilitas fisik maupun yang terlihat dan bahkan peluang terbatas yang tersembunyi (bukan kecacatan yang terlihat).
Untuk pergi Anya, pendiri yang peduli pada Autism Spectrum Scorders (ASD), berbagi pengalamannya dalam mengunjungi kota Berlin, yang memegang inisiatif dalam menyediakan kursi roda tersembunyi atau orang cacat yang tidak terlihat, seperti autisme dan gangguan mental.
“Beberapa bulan yang lalu, saya mengunjungi Berlin, Jerman, dan mengesankan inisiatif menarik yang ditemukan di Bandara Berlin. Ada kekurangan tersembunyi seperti autisme atau gangguan mental, akan menerima kartu identifikasi khusus yang disebut Sunvelill (HDS (HDS),”, “Kamis (19.12.2024).
“Program HDS, yang pertama kali diperkenalkan di Inggris pada tahun 2016, kini telah mengadopsi banyak negara untuk menyediakan layanan yang lebih inklusif di bandara dan transportasi umum,” tambahnya.
Di Berlin, orang -orang dengan kekurangan fisik sangat baik. Misalnya, bus dan kereta api direncanakan secara paralel dengan trotoar atau platform, memungkinkan pengguna kursi roda untuk dengan mudah mengaksesnya.
Bahkan, Berlin memperluas kemungkinan cacat. Bandara Berlin menawarkan strip khusus dengan logo bunga matahari (bunga matahari), yang dilatih para pelatih penumpang cacat tidak terlihat untuk perawatan yang tepat.
“Program ini juga menghormati privasi dengan menanyakan jenis pohon.” Kata.
ISTI menambahkan bahwa pengalaman servis di Indonesia di bandara Sooacar-Hatt cukup baik untuk orang-orang dengan kerugian fisik. Namun, ada banyak pohon tersembunyi yang perlu ditingkatkan.
“Di Indonesia, bahkan jika kemungkinan orang dengan kekurangan fisik bandara Sookatarno-Hatta sangat baik untuk pohon tersembunyi, sistem ini masih belum terstruktur,” katanya.
Dia memberi contoh pengalaman pada anak selama 10 tahun. Pada saat itu, ia harus mengatakan kondisi anak untuk menerima layanan khusus.
“Meskipun maskapai bereaksi dengan baik, saya masih merasakan stigma dan ketidaknyamanan penumpang lain dengan kurangnya pendidikan publik tentang kecacatan, yang tidak terlihat,” katanya.
Untuk pergi menyarankan bahwa Indonesia akan segera bergabung dengan program HDS, yang telah berhasil diimplementasikan di berbagai negara. Dia percaya bahwa Indonesia dapat menciptakan sistem layanan yang lebih inklusif dan disabilitas saat bergabung dengan program ini.
“Indonesia harus segera mengambil langkah -langkah tertentu dengan program HDS ini. Kerja sama yang memungkinkan Anda untuk melakukan pelatihan dan lisensi dari Inggris, kami dapat membuat sistem layanan yang lebih baik dan lebih inklusif,” – dikatakan pergi.
“Masalah terbesar adalah pendidikan negara dan integrasi objek, seperti rekomendasi yang jelas, sehingga orang -orang dengan disabilitas tersembunyi tidak terasa sulit,” katanya.
ISTI berharap bahwa bandara Soekarnano-Hatta akan dapat meniru Berlin lebih banyak layanan inklusif untuk para penyandang cacat, terutama bagi mereka yang memiliki peluang terbatas tersembunyi. Dia ingin Indonesia segera menerapkan sistem serupa yang menekankan kenyamanan dan rasa hormat dari para penyandang cacat.
“Bandara Soaro-Hatta dan semua sistem transportasi Indonesia dapat belajar banyak dari Berlin untuk menciptakan layanan yang lebih inklusif dan nyaman untuk semua pengguna layanan,” katanya.
Menjadi bandara yang ramah bagi para penyandang cacat di bandara Berlin, orang dapat berharap bahwa Indonesia dapat mengambil langkah -langkah ini ke negara yang lebih inklusif bagi para penyandang cacat. Dia percaya bahwa langkah -langkah memastikan bahwa setiap orang, terlepas dari keadaan fisik atau mental mereka, dapat merasakan kenyamanan bepergian dan sederhana.
Tonton videonya sebagai “studi gurun” tentang bisikan pasir “malanges” (fem/fem)