Jakarta –
CEO Real Estate Indonesia (REI) Joko Surando buka suara soal penolakan aturan tabungan perumahan rakyat (tabera). Ia menilai masyarakat masih bingung karena pemerintah tidak bisa menjelaskan secara jelas tentang Tabera.
Presiden Jokowi baru-baru ini menerbitkan PP Nomor tentang Penyelenggaraan Tabera (PP Tabera). 25 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. Diterbitkan 21/2024 dan memulai tabera ini.
Sebagai informasi, pada ayat (2) Pasal 15 PP Tapera, besaran tabungan bagi pekerja yang ikut serta sebesar 0,5% dibagi oleh pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja. Sedangkan bagi wiraswasta atau wiraswasta menjadi tanggung jawabnya sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 3.
Sementara itu, Pasal 5 PP Tapera mewajibkan setiap pekerja yang berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dan memperoleh upah minimal sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.
Pasal 68 mewajibkan pengusaha mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota PP Tabera 7 tahun setelah diundangkannya PP Nomor 25 Tahun 2020. Artinya, pemberi kerja harus mendaftarkan karyawannya sebagai peserta Tabera setelah tahun 2027.
“Masyarakat yang sudah punya rumah, kenapa harus ikut? Jadi misalnya pekerja atau buruh yang ada BPJS, bisa dibangun apa, dan sebagainya? 1 Petugas B, bilang C,” jelasnya, Kamis (13/6/2024).
Ia menambahkan, para pengusaha properti berada dalam posisi untuk mendorong kepatuhan anggaran pembiayaan rumah. Sebab pembiayaan merupakan pilar kedua dalam proyek real estate yang dicanangkan REI.
Joko menjelaskan, partainya mundur karena menilai akan ada oposisi yang kuat. Hal ini disebabkan permasalahan hukum, korupsi, dan penyelewengan dana dalam pengelolaan iuran yang dinilai merugikan.
“Oleh karena itu, ada tumpang tindih iuran. Kalau BPJS, apakah kelompok rumah senilai 500 juta atau lebih dikenakan pengurangan iuran? Lalu, yang ketiga, terkait masyarakat yang berpendapatan kurang dari Rp 4 juta, akan sulit mendapatkan rumah. melalui FLPP,” kata Joko.
Oleh karena itu, lanjutnya, REI akan mengirimkan surat kepada pemerintah terkait anggaran pembiayaan perumahan. Sebab, ada besar anggaran atau dana yang bisa dimanfaatkan melalui mekanisme bantuan keuangan.
Di tengah meluasnya penolakan terhadap aturan Tapera, Joko yakin pemerintah bersedia memperbaiki skema tersebut. Menurutnya, Tabera merupakan upaya pemerintah untuk menggalakkan pembiayaan perumahan dibandingkan kamar bayi.
“Jadi bagaimana Tabera bisa berjalan kalau tidak ada pendanaan? Pertanyaannya apakah tidak tepat, salah karena kontekstual. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan dan dijelaskan,” tegas Joko. Saksikan video “Gaji Pekerja Dipotong 3% Karena Kontribusi Tabera Mengejutkan, Cek Faktanya” (prf/ega).