Jakarta –

Read More : DMO Migor Curah Bakal Dihapus, Pengusaha Dikasih Waktu 3 Bulan

Patung manusia merupakan salah satu kegiatan seni yang paling digemari saat ini di kawasan wisata Kota Tua Jakarta Pusat. Para seniman ini kerap menghiasi tubuhnya dengan cat layaknya patung.

Namun perlu dicatat, sosok-sosok di Kota Tua berbeda dengan mereka yang terlihat mengecat seluruh tubuhnya dengan cat metalik dan dikenal sebagai orang perak.

Berbeda dengan warga silver, salah satu foto warga bernama Eko menjelaskan, untuk masuk ke kawasan Kota Tua harus mendapat izin dari Unit Pemerintahan Daerah (UPK). Untuk memperoleh izin tersebut harus melalui seleksi atau seleksi awal, yakni dengan menampilkan gambar bertema sejarah atau budaya nasional.

“Waktu itu masih disebut komunitas batu tradisional, tapi sejak itu ada yang main-main saja, tapi asal-asalan. Mulai ada semacam peninjauan dan pengkajian (agar bisa ada patung manusia) yang masuk. Kota Tua ,” kata Eko saat ditemui detikcom, Kamis (6 Juni 2024) kemarin.

Artinya, mereka tidak sekedar melukis diri dengan warna tertentu dan meminta uang seperti orang perak, namun gambar manusia tersebut harus menampilkan beberapa sosok sesuai dengan tema kawasan wisata Kota Tua yang erat kaitannya dengan sejarah dan budaya bangsa. .

Selain itu, mereka tidak hanya sekedar mengecat tubuhnya secara asal-asalan, patung-patung tersebut juga membuat alat peraga mulai dari pakaian hingga panggung atau atraksi yang memiliki tema yang sama dengan apa yang mereka mainkan.

Hal ini untuk menunjang cerita tokoh yang diperankan. Selain itu, alat peraga berupa patung manusia juga sering dijadikan spot foto bersama oleh pengunjung.

“Iya, barang-barang yang pop-up juga kita buat sendiri, seperti sepeda motor, senjata, bahkan kotak ucapan terima kasih, jadi kita buat sendiri agar menarik dengan karakter yang kita perankan,” jelasnya.

Selain tampilan, menurut Eko, ilustrasi Kota Tua menjadi salah satu cara untuk mengedukasi tamu di sana. Apalagi jika menyangkut statistik yang mereka mainkan.

Pengajaran ini sering dilakukan secara lisan, misalnya berbicara tentang permainan peran sementara pengunjung mengajukan pertanyaan. Atau dapat pula dilakukan secara tertulis dengan menyiapkan papan yang merangkum kehidupan atau tokoh yang diperankannya.

Jadi tidak hanya sekedar dilihat sebagai gambar bergerak untuk difoto, tapi juga sebagai salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat.

Hal ini juga ditegaskan oleh contoh lain dari seseorang yang bernama Yusuf. Ia yang menggarap proyek ini sejak 2013 mengatakan, kehadiran patung manusia di kota tua Jakarta bukan hanya sebagai daya tarik, namun juga sebagai sarana pengajaran.

“Makanya saya ingin menampilkan sosok Gatotkaca, berotot dan kawat baja, tanpa sayap terbang, sebagai bahan ajar. Karena wisata kota tua ini adalah wisata edukasi, jadi kalau tidak diajari (seperti manusia perak) kamu dalam masalah, kamu hanya ingin uang, tapi pendidikan saja tidak cukup,” kata Yusuf.

Yusuf biasanya memberikan pelatihan terhadap aktor wayang dengan cara berbicara kepada tamu yang berkunjung. Dari situ ia merasa industri ini lebih seperti orang-orang perak yang hanya mengecat tubuhnya tanpa menambahkan apa pun lalu meminta uang.

“Sebagai sosok ayah ini, saya bisa mengajari adik-adik atau tamu lain. Mereka bertanya ‘apa ini?’, makanya kami jelaskan budaya Indonesia melalui tokoh wayang (Gatotkaca) ini,” jelasnya lagi.

Menurut Eko dan Yusuf, patung lain bernama Eko juga menceritakan seperti apa rupa mereka dalam gambar, bukan sekadar untuk menarik orang agar berfoto bersama wisatawan. Kehadiran mereka di sana juga harus memberikan informasi atau edukasi.

“Lingkungan di sini mengajarkan, mengajarkan. Ini yang membedakan kami (masyarakat Kota Tua) dengan yang lain (masyarakat perak). Karena di sini terhubung dengan sejarah,” kata Wahyu.

Dalam hal ini, Eko yang biasa berperan sebagai Jenderal Sudirman menceritakan kisah pahlawan nasional secara tertulis dengan menempelkan papan yang berisi rangkuman atau biografi. Dengan begitu pengunjung yang lewat bisa membaca tentang karakter yang ia perankan tanpa merasa terbebani untuk berfoto bersamanya atau memberinya uang. (das/das)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *