Jakarta –

Meski terkesan sederhana, jalan kaki melibatkan banyak sinyal antara otak dan otot seperti lengan, dada, punggung, perut, panggul, dan kaki. Cara seseorang berjalan, mulai dari cepat hingga lambat, rupanya berkaitan erat dengan kondisi kesehatan seseorang.

Seiring bertambahnya usia, mereka akan mulai kehilangan kesehatan, kekuatan, dan kebugaran. Proses yang disebut sarcopenia ini dimulai pada usia 40 tahun. Belum lagi kondisi neurologis lainnya atau ketika saraf dan seluruh tubuh mulai bekerja dengan baik dan jumlah otot berkurang.

Penelitian menunjukkan kecepatan berjalan seseorang pada usia 45 tahun merupakan prediksi kesehatan fisik dan mental di kemudian hari. Penurunan kecepatan dan kelancaran saat berjalan bisa menjadi tanda awal terjadinya gangguan neurodegeneratif, seperti penyakit Parkinson.

Penyakit Parkinson dapat mengganggu otak dan sistem muskuloskeletal sehingga menyebabkan seseorang menjadi lambat, tidak stabil, dan mudah bergerak. Ini mungkin tidak kentara, tetapi dapat dideteksi pada tahap awal penyakit.

Penurunan fungsi kognitif dapat membuat setiap langkah saat berjalan menjadi lebih pendek, dan waktu yang dibutuhkan untuk satu langkah menjadi lebih lama.

Selain penurunan kognitif, perubahan gaya berjalan juga bisa dikaitkan dengan masalah saraf tepi, yang terjadi akibat penurunan suplai darah ke kaki. Kondisi ini menyebabkan otot gluteus dan bagian belakang kaki menjadi kaku sehingga menimbulkan nyeri pada betis saat Anda berjalan.

Pembatasan yang terjadi menyebabkan ‘kebutuhan’ oksigen pada kaki tidak dapat terpenuhi dan menyebabkan keluarnya asam laktat yang menyebabkan peradangan. Saat Anda berhenti bergerak, otot membutuhkan lebih sedikit oksigen, sehingga rasa sakitnya bisa hilang.

Faktor risiko penyakit arteri perifer antara lain merokok, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes, dan riwayat penyakit arteri koroner dalam keluarga.

BERITA: Shock Street

(avk/suc)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *