Jakarta –

Read More : Produktivitas Pekerja RI Tertinggal 28 Tahun dari Korsel, Kok Bisa?

Keinginan masyarakat untuk bersepeda atau bersepeda semakin hari semakin berkurang. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan mobil baru dan sepeda bekas dari tahun ke tahun.

Misalnya, kawasan Pasar Rumput di Jakarta Selatan yang sudah lama dikenal sebagai sentra sepeda murah. Kini, banyak pedagang di kawasan itu yang memilih tutup karena sepi pembeli.

Bakailaoa, salah satu pedagang yang berencana menutup tokonya dalam waktu dekat mengatakan, pada 2020-2021, saat event bersepeda sedang “boom”, tokonya mampu menjual 20 sepeda dalam sehari.

Saat ini, Kode tidak bisa menjual satu sepeda pun per hari. Padahal, hingga detikcom mengetahuinya malam ini, ia belum menerima penjualan sama sekali.

“Saat epidemi, sehari kami bisa menjual 20 unit, kemudian sering terjual. Sekarang kami membuang 20 unit setiap hari, dan saya sangat bersyukur bisa menjual 10 unit dalam sebulan.” detikcom. 25) di kiosnya.

“Saat ini belum tentu laku dalam satu hari. Sabtu dan Minggu biasanya menjadi harapan kita karena banyak orang yang libur (dan ada waktu untuk mencari sepeda) dan sekarang sepi,” jelasnya lagi.

Dia mengatakan situasinya jauh lebih serius dibandingkan sebelum tahun 2020 atau selama epidemi. Karena saat itu Cod seharinya menjual 3-4 sepeda saat masih sepi, dan 10 sepeda saat sibuk.

Kalau dulu (prapandemi), mungkin jual 3-4 sepeda. Kalau Sabtu dan Minggu ramai, mungkin bisa jual 10. Sekarang Sabtu dan Minggu sepi, kata Corder.

“Seperti Agustus lalu, biasanya dari kalangan bisnis, perkantoran, ada yang minta 5 atau 10 (sepeda) untuk oleh-oleh atau doorprize, sekarang sudah tidak lagi. Biasanya kita berharap bisa keluar dari situ, jangan sekarang, tidak” sama sekali. Tidak,” jelasnya lagi.

Tak hanya dari sisi penjualan, menurunnya minat jalan kaki juga terlihat dari turunnya harga jual produk. Namun pada masa pandemi, harga jual sepeda meningkat.

Peraturan tersebut menjelaskan bahwa akan ada beberapa pembatasan Covid-19 pada tahun 2020-2021 yang menyebabkan pabrik tidak dapat beroperasi secara normal. Begitu pula dengan proses impor sepeda atau bahan pembuatannya juga tertunda akibat pandemi.

Situasi tersebut mengakibatkan persediaan sepeda menjadi terbatas seiring meningkatnya kekhawatiran masyarakat. Oleh karena itu, harga jual pabrik tersebut meningkat secara signifikan, sehingga harga yang dikenakan pedagang kepada konsumen juga meningkat secara signifikan.

“Daripada harganya naik lagi (saat pandemi), sepeda yang sebenarnya dijual seharga Rp 500.000 bisa saja harganya dua atau tiga kali lipat lebih mahal.

Ronny, salah satu pedagang sepeda di kawasan Pasar Rumput, juga mengatakan, saat pandemi penjualan sepeda di tokonya naik tiga kali lipat dibandingkan normal, namun ia enggan membeberkan omzet harian atau bulanannya.

“Sepertinya kita mendapat untung besar selama epidemi, dan penjualan kita pada dasarnya naik dua atau tiga kali lipat. Meski harganya juga sangat tinggi saat itu, kan? Masalahnya banyak pabrik yang tutup dan menghentikan produksi, jadi persediaannya sangat sedikit. .” , tapi terus habis,” kata Ronnie.

Berbeda sekali dengan masa pandemi, Ronnie mengaku saat ini sulit menjual satu sepeda sehari pun. Kalaupun ada pembeli, biasanya hanya satu atau dua sepeda anak yang dijual.

“Sepeda dewasa kebanyakan sudah downhill, seperti sepeda Bromton, sepeda lipat, sepeda gunung, dan sekarang tidak ada yang membeli. Sepeda fixie biasanya digunakan oleh siswa SD, namun ada satu atau dua orang yang membelinya,” ujarnya. .

“Saat ini kebanyakan yang membeli sepeda adalah anak-anak. Orang yang berusia di bawah 7 tahun masih membelinya. Ya, setidaknya satu atau dua orang membeli sepeda untuk anak-anak.”

Tak hanya penjualan sepeda, jumlah pelanggan yang datang untuk merakit atau memperbaiki sepeda juga mengalami penurunan. Situasi ini membuat toko kesulitan mengembalikan dana sebagai modal.

“Sekarang hanya sedikit orang yang datang untuk merakit atau memperbaiki sepeda. Hampir tidak ada yang datang untuk mengganti ban dalam, padahal (biaya perbaikan atau perakitannya) cukup untuk makan ya,” ujarnya.

“Nggak bisa belanja lagi (jual beli sepeda baru). Belanja itu mubazir, uang masyarakat pun tidak cukup untuk sewa toko dan makan,” tutupnya.

LIHAT JUGA VIDEO: Dharma Pongrekun di Jalur Sepeda: Jangan paksa mobil lewat

(FNL/FNL)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *