Jakarta –

Industri tembakau dalam negeri (IHT) menghadapi tantangan yang tak ada habisnya. Kini industri yang merupakan penyumbang besar perekonomian nasional ini menghadapi ancaman rancangan peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permencus) yang akan mendorong standarisasi kemasan rokok dengan menghilangkan identitas merek. . Kontroversi tersebut menjadi topik perbincangan menarik di tengah upaya pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 50%.

Berdasarkan data tersebut, DITICCOM menghadirkan acara DITICCOM Leaders Forum yang bertajuk “Pertumbuhan Ekonomi 10%: Tantangan Industri Tembakau dalam Kebijakan Baru”. Acara tersebut diselenggarakan untuk membahas tantangan dan peluang yang dihadapi industri tembakau sebagai pilar penting perekonomian nasional dalam mendukung upaya pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8% di tengah tantangan kebijakan yang ada.

Melalui sesi panel dan diskusi interaktif, acara ini mengeksplorasi berbagai kontribusi dan pentingnya IHT, serta potensi dampak undang-undang terbaru terhadap industri dari hulu hingga hilir.

Forum pimpinan detikcom diresmikan oleh CEO detiknetwork Abdul Aziz dalam sambutannya menyampaikan bahwa industri tembakau merupakan sektor padat karya yang mempekerjakan lebih dari 6 juta orang di Indonesia. Tembakau dan cengkeh tersebar di seluruh wilayah, mulai dari petani, buruh, hingga pedagang

Tak hanya itu, lanjut Aziz, IHT memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemerintah Indonesia, khususnya dari penerimaan cukai hasil tembakau dan pajak lainnya. Dengan banyaknya masyarakat kecil yang terlibat di dalamnya, industri ini adalah wajah sebenarnya dari ekonomi akar rumput yang mencakup berbagai lapisan masyarakat.

“Hari ini kita akan memberikan ruang diskusi yang berimbang. Kita akan mendengarkan pandangan berbagai kalangan, mulai dari petani tembakau, pekerja, pedagang, industri, lalu pengamat ekonomi hingga pakar hukum. Kita berharap diskusi ini akan melahirkan pandangan yang holistik. Selasa. (5/11/2024) Dalam diskusi DICOM Leaders Forum di Jakarta Selatan, ia mengatakan industri tembakau dan dampaknya telah dihadapkan.

Membuka sesi diskusi, Asosiasi Petani Tembakau DPN Indonesia (APTI) Kusnasi Mudi menyatakan bahwa tembakau merupakan produk strategis nasional yang berperan penting dalam mendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Pravo.

“Karena tembakau selain memiliki nilai ekonomi, juga memberikan dampak sosial terhadap sektor tenaga kerja, termasuk petani tembakau. Nilai ekonomi dan sosial dari tembakau itulah yang menyebabkan perlu dipertahankan,” tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) bidang makanan dan minuman hasil tembakau, Sudhasto S. Ia mengatakan IHT merupakan bidang padat karya yang memerlukan dukungan pemerintah. bukan tekanan, sesuai Peraturan Pemerintah no. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang merupakan peraturan pelaksana UU No. 17 Tahun 2023. Kesehatan melalui Rancangan Peraturan Kesehatan (UU 17/2023) dan peraturan turunannya.

“Kami mencoba untuk terus berpartisipasi dalam proses pengembangan peraturan ini, tetapi kami tidak didengarkan. Setelah ribuan anggota kami turun ke jalan, hanya Kementerian Kesehatan yang mau berdialog”.

Ia menambahkan: “Pada saat itu, seorang direktur Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa peraturan mengenai kemasan polos masih jauh dari yang diharapkan. Disepakati juga bahwa RTMM harus dilibatkan dalam pengembangan peraturan tersebut. Namun, hal ini belum terjadi. “

Dari sisi industri, Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengutarakan pendapatnya. Menurutnya, keseragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan berdampak negatif secara ekonomi dan sosial di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Ia juga memberikan kontribusi kepada pemerintah.

“Kalau mau membuat peraturan harus belajar atau meneliti, jangan muncul begitu saja. IHT itu industri strategis, jadi kalau mau bikin regulasi memang harus lewat kajian, penelitian. Bersama dengan pemangku kepentingan, tapi kami akan membuat regulasi. “Kami tidak pernah terlibat dalam persiapan,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Mujiburohman mengatakan, regulasi terkait peredaran atau penjualan rokok juga akan diatur dengan baik. Katanya, “Kalau tidak, kami khawatir akan ada produk ilegal yang pasti berdampak pada pedagang.

Hal tersebut juga ditegaskan Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andrey Satrio Ngroho. Andri mengatakan, jika ketentuan PP 28/2024 dan rancangan peraturan Menteri Kesehatan diterapkan, maka perekonomian nasional akan terkena dampak negatif hingga Rp308 triliun.

Dari sisi pendapatan saja bisa hilang Rp160,6 triliun. Ini setara dengan 7% penerimaan pajak. Dari sisi ketenagakerjaan, ada 2,29 juta karyawan yang kemungkinan terdampak, kata Andri.

Dilihat dari segi hukum, Hikmahonto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, mencontohkan sikap Kementerian Kesehatan saat mencoba mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FTCC) . Hukum adalah salah satu bentuk kolonialisme

Katanya, hal itu bertentangan dengan perintah Presiden Pravo Subianto untuk menjaga kedaulatan Indonesia.

Sekadar informasi, DITICCOM Leaders Forum adalah platform unik yang mempertemukan para pemimpin dari berbagai bidang untuk mendiskusikan topik yang relevan. Acara ini tidak hanya sekedar forum tetapi juga panggung untuk memperluas pertukaran ide, pembelajaran dan kesempatan berjejaring yang menjadi tujuan acara ini.

Tonton videonya: Forum Pemimpin DICOM: Arahan Industri Tembakau dan Peraturan Akses Anak.

(akn/ega)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *