Jakarta –
Beroperasinya layanan Internet satelit Starlink milik Elon Musk di Indonesia saat ini sedang menjadi perbincangan hangat. Dibandingkan dengan layanan fiber, apa bedanya dan tarif mana yang lebih mahal?
PT Remala Abadi (Data) yang merupakan Internet Service Provider (ISP) telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kecepatan Internet Starlink.
President-CEO PT Remala Abadi Richard Kartavaijaya mengatakan, Starlink Internet dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sinyal yang tidak stabil karena terhalang pohon atau bangunan serta ketergantungan yang kuat pada cuaca.
Sehingga saat hujan, kata Richard, penggunaan Starlink tidak akan efektif, terutama bagi mereka yang membutuhkan jaringan stabil. Selain itu, letak Indonesia yang berada di daerah tropis dengan awan tinggi dan seringnya hujan akan sangat mempengaruhi layanan Starlink.
“Satelit berbeda dengan fiber optik. ISP yang menggelar jaringan fiber optik tidak bergantung pada cuaca. Kapasitas broadband yang tersedia bagi konsumen hingga 1 Gbps. Oleh karena itu, konsumen yang membutuhkan kecepatan tinggi dan berkelanjutan tentu akan memilih fiber optik,” kata Richard. . dalam pernyataan tertulisnya.
Ia juga mengatakan, manfaat fiber optik dengan internet satelit dapat menjadi keuntungan bagi mereka yang membutuhkan koneksi stabil.
“Dengan fiber, latensi, kecepatan dan bandwidth masih lebih unggul dari Starlink. Internet melalui Starlink hanya dapat dibeli sebagai cadangan atau tambahan pada layanan broadband yang sudah ada,” kata Richard.
Dari segi harga yang ditawarkan penyedia fiber optik lebih terjangkau dibandingkan Starlink. Berlangganan Starlink residensial berharga Rp 750rb per bulan. Saat konsumen membutuhkan layanan seluler, Starlink mematok harga mulai Rp990 ribu per bulan hingga Rp7 juta per bulan.
Pada saat yang sama, biaya tersebut tidak termasuk pembelian peralatan penerima. Harga receiver Starlink standar antara Rp 7,8 juta hingga Rp 43 juta, ditambah biaya lain-lain.
Lanjut Richard, biaya berlangganan data fiber optik sangat terjangkau. Untuk kecepatan 50 Mbps, NetHome dibanderol dengan harga Rp 229 ribu. Sedangkan untuk kecepatan 250 Mbps, NetHome menawarkan harga yang sangat terjangkau yakni Rp 399.000. Harga tersebut sudah termasuk instalasi dan hardware.
First Media menawarkan proposisi harga yang tidak jauh berbeda dengan NetHome. First Media dibanderol Rp 276.945 untuk layanan broadband 50 Mbps. Sedangkan First Media mematok harga Rp 776.445 untuk broadband 300Mbps. Harga ini sudah termasuk instalasi dan hardware.
Perbandingan harga ini membuktikan layanan Starlink lebih mahal dibandingkan teknologi seluler dan fiber optik. Selain harga kendaraan segmen luar angkasa yang masih mahal, biaya peluncurannya juga tidak murah.
Selain itu, satelit LEO seperti Starlink membutuhkan banyak satelit dan umurnya tidak lebih dari lima tahun. Karena teknologinya mahal, kata Richard, operator satelit tidak bisa menjual layanannya di bawah harga pokok penjualan.
“Kalau harganya terlalu murah, ada indikasi operator satelit termasuk Starlink menolaknya,” ujarnya.
Tonton video SpaceX berhasil meluncurkan satelit Starlink dari roket Falcon 9 (agt/agt)