Jakarta-
Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Puncak sudah berpindah dan menduduki rest area Gunung Mas, Cisarua, Kabupaten Bogor. Di situs ini, banyak pedagang yang mengatakan bahwa pengunjung sering menanyakan harga makanan dan minuman lokal.
Salah satu pedagang minuman dan mie soto di Bogor, Diah, mengatakan pengunjung kerap menanyakan harga makanan dan minuman karena tidak sedikit yang “hilang” saat mengunjungi PKL yang saat ini sudah ditiadakan.
Ia mengatakan, banyak pengunjung yang bercerita bahwa mereka membeli makanan dengan harga yang sangat mahal, saat pedagang kaki lima masih ada di sekitar Jalan Puncak.
Banyak pengunjung yang menanyakan harga makanan dan minuman sebelum membeli, padahal saat kami masih di toko (sebelum pindah ke rest area) tidak ada yang menanyakan, kata Diah saat ditemui detikcom, Jumat (7/12/2024). ).
“Katanya mereka terkesan dengan harganya yang murah, padahal mereka membeli tiga mangkok Indomie biasa seharga Rp 75 ribu. Ya Tuhan, padahal Indomie biasa itu maksudnya tidak pakai telur, tidak pakai apa-apa. kenapa banyak yang kaget, makanya bertanya,” jelasnya. Tetap.
Menurut Diah, kejadian seperti ini sangat disayangkan, karena tidak semua penjual atau toko ‘menaklukkan’ harga. Termasuk dirinya yang sudah membuka usaha di dekat kawasan Farmhouse Gunung Mas.
“Meski tidak semua orang sekaya itu, tapi saya jual kopi paling mahal Rp 5 ribu, esnya Rp 7 ribu, Indomie lengkap telur, sayur, dan bumbu paling mahal Rp 15, karena mereka yang suka beternak. harga , kamilah yang “juga akan menderita penjualan reguler,” katanya.
Berdasarkan hal tersebut, pengusaha lain bernama Erlin mengatakan, saat mulai membuka usaha di kawasan ini, sangat sedikit pengunjung yang menanyakan harga makanan dan minuman yang dijualnya, karena citra pedagang Puncak. Banyak yang menegosiasikan harga.
“Iya saya sering ditanya berapa harganya, karena sudah viral berapa kali, di Puncak ada tempat yang menjual makanan mahal,” ujarnya.
Belum lagi, ada juga beberapa kasus pengunjung Puncak dikenai tarif parkir selangit. Menurut dia, situasi ini menurunkan citra kawasan wisata di mata masyarakat luas.
“Makanya kita pakai harga standar. Yang datang kebanyakan pelanggan. Ada yang dari Tangerang, Bekasi, suka jalan-jalan ke sini. Tapi banyak yang belum tahu, banyak yang bertanya,” kata Erlin.
Oleh karena itu, ia berharap dengan adanya perjanjian ini para pedagang dapat menjual produknya dengan harga yang pantas sehingga tidak lagi mendapatkan harga yang murah. Sebab, dia merasa sangat bersalah atas kelakuan oknum tersebut.
“Mari kita berkumpul di sini agar harga tidak naik. Soalnya dulu tempatnya campur aduk, jadi kita yang di bawah harga normal, yang di atas, dijual dengan harga murah, tapi hanya dijual ke orang saja. Saya tahu Puncak.
Saksikan video “Alasan PKL Puncak Enggan Pindah ke Rest Area: Kios dan Pendapatan Rendah”:
(fdl/fdl)