Batavia –

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan migrasi Bisphenol-A (BPA) dari botol polikarbonat berbagai merek yang diteliti masih di bawah batas aman yang ditetapkan Badan Pengawasan dan Pengawasan Obat (BPOM). Artinya botol-botol tersebut masih aman digunakan untuk mengemas air minum.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Balai Besar Kimia, Farmasi dan Pengemasan (BBKFK).

Manajer Teknis BBKFK Departemen Bisnis Roni Kristiono mengatakan, BBKFK baru-baru ini melakukan kajian migrasi BPA dari lembaran polikarbonat berbagai merek.

“Hingga bulan ini, kami sudah memiliki 8 perusahaan yang menguji migrasi BPA dari polikarbonat pihak ketiga,” ujarnya melalui surat, Jumat (30/8/2024).

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hasil migrasi BPA pada botol polikarbonat yang melebihi batas aman yang ditetapkan BPOM sebesar 0,6 bpj.

“Kalau sampai ke kita, nilainya masih dalam batas. Kita tes ulang tiga kali dalam 10 hari, tapi masih di bawah batas,” jelasnya.

Menurut dia, alat pendeteksi untuk mempelajari migrasi BPA dari laut polikarbonat di BBFKK memiliki keterbatasan. Batas deteksi instrumen terbaca hingga hanya 0,012 bpj.

“Iya, laju migrasi BPA dari triple polikarbonat masih jauh di bawah 0,012 bpj sehingga belum bisa terbaca. Tapi juga 0,1 bpj. Namun semuanya di bawah batas aman yang ditetapkan BPOM,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin mengatakan, hasil penelitian terbaru terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat tidak menunjukkan adanya bahaya. zat yang disebut Bisphenol-A (BPA).

Di Institut Teknologi Polimer (ITB) Kelompok Riset Polimer melakukan penelitian tentang keamanan dan kualitas air minum dalam botol plastik berbahan Polycarbonate (PC) dari berbagai merek ternama di provinsi Jawa Barat.

Ia mengatakan, kajian deteksi dekomposisi atau migrasi BPA pada botol dan wadah polikarbonat pada air minum empat sampel dari merek ternama AMDK.

“Dalam penelitian kami, kami tidak mendeteksi BPA pada seluruh sampel AMDK yang diuji,” jelasnya.

Dengan demikian, menurutnya kadar BPA masih sangat aman, berada di bawah batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Badan Kesehatan Dunia. Organisasi. Organisasi (WHO).

“Penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh sampel air minum yang diuji untuk dikonsumsi masyarakat telah dipastikan aman dan sesuai dengan standar dan peraturan yang ditetapkan pemerintah serta standar internasional,” ujarnya.

Zainal menjelaskan, penelitian tersebut dilakukan dalam upaya mengedukasi masyarakat tentang mutu dan keamanan AMDK berdasarkan serangkaian uji ilmiah yang ketat, andal, dan independen.

Penelitian ini mengikuti standar nasional dan internasional tentang metode pengujian keamanan dan kualitas air minum, atau standar BPOM, SNI, Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes), dan American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan bahan kimia yang benar. . analisis dari Masyarakat. Asosiasi Ahli Kimia Terakreditasi Internasional (AOAC).

Zainal juga menambahkan, penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akurat dan nilai batas deteksi (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L).

Saat ini, sesuai peraturan BPOM nomor 20 tahun 2019, batas atas migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).

(anl/ega)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *