Jakarta –
Pavel Durov, pendiri Telegram, dikenal karena kritiknya terhadap aplikasi pesaing seperti WhatsApp dan Signal. Belum lama ini, seorang pria asal Rusia yang tinggal di Uni Emirat Arab menyalahkan aplikasi Signal dan memperingatkan penggunanya.
Dia curiga Signal tidak seaman yang seharusnya dan menuduhnya memiliki hubungan dengan pemerintah Amerika Serikat. Durov menulis di Telegram bahwa Jack Dorsey, pendiri Twitter, mengatakan bahwa para pemimpin Signal dieksploitasi oleh Departemen Luar Negeri AS.
Durov juga mengatakan bahwa beberapa pesan pribadi Signal telah digunakan terhadap penggunanya di pengadilan dan di media AS. Dia menambahkan bahwa Signal tidak setransparan Telegram, dan mengatakan bahwa aplikasinya tidak aman.
Durov rupanya mendapat petunjuk dari laporan City Journal, yang dibagikan Dorsey dengan X. Laporan tersebut mencatat bahwa Signal sebagian didanai dengan saham senilai $3 juta dari Open Technology Fund (OTF) yang didanai Pemerintah.
Menurut detikINET dari Tech Spot, artikel ini menyebutkan bahwa sumber meyakini OTF dan komunitas intelijen AS memiliki hubungan erat. Presiden Signal Foundation saat ini, Katherine Maher, yang bekerja di National Democrat Institute dari tahun 2010 hingga 2011, juga sedang diselidiki atas dugaan keterlibatannya dalam Arab Spring.
Tak hanya Signal, Durov juga menduga WhatsApp tidak aman. Pasalnya, menurut dia, pemerintah AS ikut membantu mengembangkan sistem pengkodean atau enkripsi WhatsApp dan aplikasi AS lainnya.
“Pemerintah AS menghabiskan $3 juta untuk mengembangkan enkripsi Signal, dan saat ini teknologi utama di AS digunakan di WhatsApp, Facebook Messenger, Google Messages, dan bahkan Skype. Jangan bergantung pada intervensi pemerintah,” katanya curiga.
Ini bukan pertama kalinya dia melontarkan tuduhan serius terhadap WhatsApp. Sebelumnya, Durov mengatakan WhatsApp tidak aman. “Setiap kali WhatsApp harus memperbaiki celah keamanan penting pada aplikasinya, sepertinya akan muncul lagi celah keamanan baru. Semua masalah keamanan patut diwaspadai, terlihat dan berfungsi seperti pintu belakang,” kata Durov, beberapa waktu lalu.
Faktanya, Telegram juga belum sepenuhnya aman. Beberapa orang mengatakan Telegram mengkritik pesaing untuk mengalihkan perhatian dari kelemahan keamanan, terutama dengan kemungkinan IPO.
“Telegraf tidak secara otomatis menutup percakapan,” tulis Matthew Green, seorang profesor kriptografi di Johns Hopkins. Hal senada juga diungkapkan mantan CEO WhatsApp Will Catchart. Menurutnya, enkripsi Telegram belum diverifikasi secara independen.
Menurut Telegram, pihaknya juga telah membuat API lain yang tampaknya memungkinkan akses ke konten pengguna untuk dilihat publik. “Kalau tidak mau pakai WhatsApp, jangan pakai Telegram,” ujarnya. Tonton video “WhatsApp akan meluncurkan fitur untuk mengingatkan akun yang jarang disentuh” (fyk/afr)