Jakarta –

Asosiasi Gabungan Fintech Keuangan Indonesia (AFPI) menyambut baik rencana OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang akan meningkatkan cakupan fintech peer-to-peer (P2P) lending, pinjaman online (pinjol) dari Rp 2 miliar menjadi Rp 10 miliar.

Ketua Eksekutif AFPI Entjik S Djafar mengatakan seluruh dana akan dialokasikan kepada pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya. Banyak dari pengusaha ini diyakini tidak mau meminjam hingga batas tersebut.

“Sebenarnya ini salah satu usulan kami dari AFP untuk ditingkatkan dari $2 miliar menjadi $10 miliar. (Diminta) karena tujuan kami meningkatkan pinjaman ke UKM di tahun 2024, (pinjaman) Rp 2 miliar saja sudah tidak cukup,” ujarnya .

“(Pinjaman) bisa digunakan untuk mengembangkan UMKM karena di (negara) sekarang banyak UMKM (yang membutuhkan modal). Meski (kebutuhan pinjaman) di bawah Rp 10 miliar, tapi di atas Rp 2 miliar,” ujarnya. dia menjelaskan.

Namun, untuk memastikan pinjaman sebesar ini dilunasi dengan baik, Entzick mengatakan, para peminjam tersebut mungkin memerlukan jaminan dari peminjam sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan. Misalnya saja sertifikat bangunan atau usaha.

“Tentunya kami minta jaminan sekitar 10 miliar, supaya aman. Karena biasanya masyarakat tidak mau meminta uang jaminan Rp 2 miliar untuk properti.”

Entjik juga menjelaskan, aturan penggunaan agunan saat mengajukan pinjaman dalam jumlah besar merupakan hal yang lazim terjadi pada perusahaan pemberi pinjaman. Namun, jumlah minimum agunan yang diperlukan dan jenis agunan bervariasi dari satu pinjaman ke pinjaman lainnya.

“Penggunaan agunan tergantung platformnya dan tergantung nasabah apakah agunan itu diperlukan atau tidak. Jadi tergantung risk appetite masing-masing platform, masing-masing pemberi pinjaman,” ujarnya.

Di sisi lain, OJK berencana membatasi jumlah pemberi pinjaman yang boleh menyalurkan kredit Rp 10 miliar. Seperti tidak dikenakan sanksi penyelenggaraan usaha yang dibekukan sebagian atau seluruhnya dari OJK dengan rasio tidak lebih dari 5% selama 90 hari (TWP90).

Menurut Entjik, saat undang-undang tersebut berlaku, hanya sedikit pinjaman yang tidak memenuhi persyaratan tersebut sehingga tidak bisa memberikan pinjaman sebesar Rp 10 miliar. Semua yang lain dianggap memiliki kapasitas pinjaman yang sama tergantung pada situasi perusahaan dan situasi keuangan.

“Saya kira yang tidak bisa itu kecil ya, kebanyakan bisa. Jadi kebanyakan (bisa pinjam Rp 10 miliar), pokoknya tiga panjang saja tidak bisa.” Entzick menjelaskan.

Tonton juga video ‘Kredit Macet Akibat Kehilangan KPR’:

(fdl/fdl)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *