Jakarta —

Siapa yang tak kenal dengan ciri khas kawasan Jakarta – Monumen Nasional (Monas)? Monas terkenal dengan nyala api yang menyerupai nyala api di puncaknya. Mungkin masih banyak yang belum mengetahui bahwa apa yang ada di atas Mona adalah hasil pendonor.

Berdasarkan pemberitaan di laman Badan Sertifikasi Kadin DKI Jakarta, Kamis (1/8/2024), Monas mulai dibangun pada Agustus 1959. Pembangunannya dimaksudkan untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

Monas terkenal dengan nyala api yang menyala di puncaknya. Apinya terbuat dari tembaga, beratnya 14,5 ton, tinggi 14 meter, dan diameter 6 meter. Ternyata, kobaran api itu punya 77 tempat untuk disatukan.

Semua barang dilapisi dengan pelat emas seberat 38 kg. Ternyata 28 kg dari total berat tersebut disumbangkan oleh seorang relawan asal Aceh bernama Teuku Markam.

Poster oleh Teuku Markam: Kisah Kelam Seorang Filantropis Ditulis oleh Hasbullah Teuku Markam adalah seorang pengusaha dan salah satu orang terkaya di Indonesia pada masa Orde Lama.

Teuku Markam diyakini lahir pada tahun 1925 dan merupakan seorang politikus (uleeebalang) di Aceh. Semasa mudanya, Teuku Markam mulai mengikuti pelatihan militer di Koeta Raja (Banda Aceh) dan mendapat pangkat letnan satu. Teuku Markam kemudian bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut serta dalam pertempuran Distrik Medan di Tembang, Sumatera Utara.

Teuku Markam kemudian bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut serta dalam pertempuran Distrik Medan di Tembang, Sumatera Utara.

Teuku Markam dikirim ke Bandung sebagai asisten Jenderal Gatot Subroto. Melalui Jenderal Gatot Subroto, Teuku Markam dikenalkan dengan Soekarno. Saat itu, Soekarno sedang mencari pengusaha lokal yang bisa menyelesaikan permasalahan perekonomian di Indonesia.

Pada tahun 1957, Teuku Markam kembali ke desanya di Aceh ketika ia mengambil alih kepemimpinan. Kemudian ditemukan PT Karkam.

Teuku Markam ditangkap karena berselisih dengan Pangdam Iskandar Muda Teuku Hamzah. Namun ia dibebaskan pada tahun 1958 dan segera kembali ke Jakarta bersama PT Karkam.

Perusahaan tersebut dipercayakan oleh Pemerintah Lama untuk mengelola perang, reparasi yang dipaksakan dari negara-negara yang memenangkan perang ke negara-negara yang kalah perang dengan imbalan barang-barang yang hilang.

Teuku Mark mempunyai banyak aset berupa perahu dan banyak perahu yang tersebar di berbagai daerah seperti palembang, medan, jakarta, makassar dan surabaya. Usahanya pun semakin berkembang, ia melakukan ekspor-impor dengan banyak negara, seperti impor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, beton, pelat baja dan senjata dengan persetujuan Kementerian Pertahanan dan Keamanan serta Presiden Sukarno.

Selain menjadi tumpuan APBN, putra Aceh berhasil mengumpulkan 28 kilogram emas untuk ditempatkan di atas Mona. Ada investasi lain seperti pelepasan lahan untuk proyek Istora Senayan, pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat, pengembangan lahan di Pantai Timur Aceh, dan lain sebagainya.

Teuku Markam merupakan salah satu organisasi Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan lama dan banyak buruhnya. Pada masa Sukarno, nama Teuku Markam adalah yang terbaik, dan ia juga disebut sebagai “Kabinet Bayangan” dari Mantan Presiden. (itu)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *