Jakarta –
Read More : Menkomdigi: Oknum Anak Buah Beking Judol Bisa Bertambah dan Diberhentikan
Banyak hal yang menjadi viral pasca adanya upaya perlindungan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Selain peringatan darurat Garuda Biru, nama ‘Mulayono’ juga menjadi trending di media sosial.
Sapaan Presiden Joko Widodo, Mulono, menjadi trending topik di X. Banyak netizen yang ingin meluapkan kekesalannya terhadap situasi politik atau mengkritik Mulyono dengan menyebut namanya. Netizen bebas menuliskan komentarnya di media sosial dengan menyebut nama ‘Mulyono’ dibandingkan langsung menyebut nama presiden.
Hingga berita ini ditulis, Mulyono telah menulis lebih dari 438.000 tweet hingga Jumat (23/8/2024). Nama Mullono menjadi salah satu topik yang paling banyak dicari bahkan di Google.
Berdasarkan data Google Trends, nama Mulyono mulai trending pada pukul 12.00 WIB pada 22 Agustus 2024 dan mencapai puncaknya pada pukul 15.00 WIB di hari yang sama. Meski demikian, volume pencarian nama Mullono masih tinggi hingga saat ini.
Mulyono berasal dari bahasa Jawa yang berarti “besar”. Di balik nama Mulyono Joko Widodo, terdapat kisah seorang bocah lelaki yang sering sakit-sakitan.
“Saya terlahir dengan nama Mulyono. Namun, saya sudah lama tidak memiliki nama itu karena orang tua saya segera memberikan nama baru ketika saya sakit terus-menerus,” kata Jokowi dalam buku ‘Jokowi Menuju Cahaya’ karya Albertine Enda.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, mengganti nama anak yang sakit akan membuatnya sehat. Kebetulan atau tidak, Jokowi menjadi lebih sehat setelah pergantian nama.
“Terus nama Mullono diganti jadi Joko Widodo. Enggak percaya, setelah itu saya tumbuh sehat. Itu misteri,” ujarnya.
Joko Widodo berarti “anak yang aman dan sejahtera”. Nama ini diharapkan dapat membawa keberuntungan dan kesehatan bagi pemiliknya.
Mendoakan namanya, Jokowi berhasil mencapai puncak kariernya. Ia sukses menjabat Presiden RI pada 2014 hingga 2019 dan terpilih kembali pada 2019 hingga 2024. Simak video “Jokowi: IKN berkonsep kota hutan, kota hutan, bukan kota beton” (Tanya/Fay)