Jakarta –
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkai) akan segera mulai menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ini akan mulai berlaku pada tahun 2024. 1 Juli
Penggunaan NIK sebagai NPWP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 2023. peraturan no. 136PMK no. 112/PMK.03/2022 “Tentang Perubahan NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Badan Negara”. . Oleh karena itu, wajib pajak (WP) harus segera melengkapi NIK dan NPWP-nya.
NIK akan diterapkan sepenuhnya sebagai NPWP bagi individu penduduk. Jadi 15 digit NPWP (NPWP lama) tidak berlaku lagi. Sementara bagi perorangan, lembaga, dan instansi pemerintah bukan penduduk akan menggunakan NPWP 16 digit. Lalu mengapa hal itu harus dilakukan?
Berdasarkan laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Sabtu (29/06/2024), pemenuhan NIK pada NPWP merupakan langkah strategis pemerintah untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih efisien dan efektif. Pendapat ini ditulis oleh salah satu pegawai DJP.
Tujuan utama dari harmonisasi ini adalah untuk menerapkan sistem Single Identification Number (SIN) dimana satu nomor identifikasi dapat digunakan untuk berbagai keperluan administrasi, termasuk perpajakan.
Sistem SIN ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan dengan mengintegrasikan data wajib pajak ke dalam satu sistem terpusat. Dengan begitu, pemerintah bisa lebih mudah dan akurat memantau dan mengawasi kewajiban perpajakan masyarakat.
“Integrasi data ini juga mengurangi potensi kesalahan atau duplikasi data yang seringkali menjadi hambatan dalam sistem administrasi yang berbeda,” tulisnya.
Dari sisi kebijakan, ketaatan NIK pada NPWP merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik. Pemerintah berupaya menciptakan sistem yang lebih responsif dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam jangka panjang, kepatuhan NIK terhadap NPWP diharapkan akan menimbulkan kewajiban perpajakan yang lebih besar di masyarakat.
Dengan sistem yang lebih mudah diakses dan dipahami, masyarakat akan lebih termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, integrasi data juga memungkinkan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap wajib pajak yang tidak patuh, sehingga menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan.
Selain itu, kata dia, langkah harmonisasi ini memiliki sejumlah keuntungan. Pertama, kemudahan administrasi perpajakan. Dengan sistem data yang terintegrasi, wajib pajak tidak perlu mengisi informasi yang sama berulang kali untuk keperluan perpajakan yang berbeda. Misalnya saat mendaftar NPWP, menyampaikan SPT (SPT Tahunan) atau membayar pajak, semua informasi yang diperlukan sudah ada di sistem.
Kedua, pengawasan perpajakan yang lebih baik. Dengan menggunakan data wajib pajak yang terintegrasi, fiskus dapat menganalisis dan memantau aktivitas dan transaksi wajib pajak secara real time. Hal ini memungkinkan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran perpajakan seperti penghindaran atau penghindaran pajak.
Ketiga, efisiensi pelayanan publik. Sistem identitas tunggal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena wajib pajak hanya perlu menggunakan satu identitas untuk berbagai keperluan seperti mengurus administrasi kependudukan, perbankan, kesehatan dan lain-lain.
Lalu yang keempat, keamanan data. Data Wajib Pajak lebih aman karena dikelola dalam satu sistem yang terintegrasi. Sistem tertanam biasanya memiliki keamanan berlapis untuk melindungi data dari akses tidak sah, kebocoran data, atau serangan dunia maya. Selain itu, akses terhadap data juga terbatas.
Selain itu, PMK juga menjelaskan bahwa wajib pajak menggunakan NIK sebagai NPWP untuk pelayanan administrasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan pihak lain. Jika tidak cocok, Anda akan menghadapi “sanksi”. Sanksinya adalah adanya kendala bagi wajib pajak penerima pajak dan jasa lain yang memerlukan NPWP.
Direktur Konsultasi, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas), DJP Dwi Astuti mengatakan dengan terintegrasinya NIK ke dalam NPWP, maka seluruh layanan DJP hanya dapat diberikan melalui NIK kepada pembayar perorangan lokal.
Dengan demikian, wajib pajak orang pribadi yang belum melengkapi NIK NPWP hingga batas waktu yang ditentukan DJP bisa jadi akan kesulitan mendapatkan pelayanan perpajakan yang memerlukan NPWP. Misalnya melaporkan SPT dll.
“Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melaksanakan kepatuhan NIK-NPWP pada saat pelaksanaan penuh nantinya akan menghadapi kendala dalam pelayanan perpajakan, termasuk pelayanan administrasi pihak ketiga yang memerlukan NPWP, karena semua pelayanan tersebut akan menggunakan NIK sebagai NPWP.” kata Duy detikcom terakhir kali. (shc/fdl)