Jakarta –
Istilah “tuli nada” kembali muncul di media sosial. Popularitas istilah “tuli” bermula dari demonstrasi “Keadaan Darurat Indonesia” yang menolak persetujuan revisi undang-undang pemilu daerah di banyak daerah di Indonesia.
Terkait istilah viral, psikolog klinis Ella Titis Vahuniansari mengatakan, secara harafiah “tuli nada” mengacu pada orang yang tuli nada, atau dalam dunia musik, mereka yang kesulitan membedakan atau menyanyikan nada-nada dengan benar.
Dalam arti lain, lanjut Ella, nada tuli juga bisa berarti seseorang yang tidak peduli dan tidak mau mendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
“Dia tidak peduli dan tidak mau tahu apa yang dirasakan orang lain. Mendengarkan nada itu salah satu bentuk perilaku,” kata Ella saat dihubungi detikcom. Kamis (22/8/2024).
Ella menambahkan, mereka yang mengabaikan dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitar merupakan kelompok yang dapat digolongkan sebagai tunarungu. Menurut Ella, penyandang tunarungu memiliki rasa empati yang rendah sehingga tidak peduli dengan perasaan orang lain.
Tapi intinya dia sudah tidak peduli lagi dengan perasaan orang lain, artinya dia tuli nada, ujarnya.
Mereka yang tidak mengetahui dirinya tuli atau tidak peduli dengan perasaan orang lain pasti akan menyebabkan gangguan jiwa di kemudian hari.
“Kalau saya tidak memperhatikan lingkungan, membuat kekacauan, dll. Lalu saya terganggu di lingkungan, sehingga menjadi masalah psikologis. Perilaku saya tidak bisa diterima masyarakat,” kata Ella.
BERIKUTNYA: Bagaimana cara berhenti menjadi tuli?
(kesuksesan)