Jakarta –
Lembaga Ekonomi dan Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sekitar 3,2 juta masyarakat Indonesia bermain online. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun menilai tingginya permintaan menjadi alasan utama mengapa perjudian online berkembang pesat di Indonesia.
Maksud saya, selama permintaannya tinggi, dikatakan 3,2 juta masyarakat Indonesia sudah kecanduan atau terjerumus ke dalam game, kalau permintaan masih tinggi maka pasokan akan datang. Teknisnya, kata Direktur Jenderal entitas tersebut. Informasi dan Humas Kominfo, Usman Kansong dalam acara diskusi online ‘Mati Karena Judi’, Sabtu (15/6/2024).
Oleh karena itu, melalui Komite Penghapusan Judi Online yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (14/6), Usman mengatakan pemerintah menempuh dua cara untuk menghilangkan perjudian online.
Langkah pertama adalah pencegahan. Melalui pendidikan dan kajian, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, selaku Presiden Pencegahan, Jokowi memberikan tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat untuk mengurangi kebutuhan akan perjudian online.
Langkah kedua adalah keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam kasus ini, Usman mengatakan Dirjen Aplikasi Komputer, Komunikasi, dan Informatika juga terlibat dalam perusakan kasino online dan situs yang menampilkan perjudian online.
“Kita akan berupaya memangkas peralatan dan mengurangi kebutuhan, dalam rangka memangkas kebutuhan, kontribusi masyarakat disalurkan dari yang terkecil. Pertahanan kita kuat karena kita juga punya ilmu, pendidikan, agama.” kita, tentu saja, harus melindungi diri kita sendiri,” katanya.
Dalam forum tersebut, Humas PPATK M Natsir Kongah menyatakan pihaknya saat ini telah memblokir akun sekitar 5 ribu masyarakat Indonesia yang diduga melakukan perjudian online. Menurut perkiraan sementara, terdapat sekitar 3,2 juta penjudi online yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pelajar dan ibu rumah tangga.
“Lima ribu lebih rekening. Saya lupa nilai angkanya. Tapi kalau dihimpun dari kuartal I 2024 jumlahnya Rp 600 triliun. Kumulatif,” ujarnya. (fdl/fdl)