Jakarta –
Pasar Pagi Asmeka di Jakarta Barat menjadi salah satu tempat paling ramai dengan pedagang menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79. Mereka menjual produknya mulai dari bendera hingga kaos.
Melansir laman Detikcom, Selasa (13/8), sejumlah pedagang bendera terlihat berjualan di bawah jembatan layang Bazar Sobh Asimka. Hingga dua belas orang.
Ada yang berjualan di pasar, ada pula yang membawa gerobak. Jaraknya bervariasi antara satu penjual dengan penjual lainnya. Ada yang bersebelahan, ada yang berjarak 1-2 meter, ada pula yang berjauhan.
Seorang penjual bendera bernama Yuno (25) mengaku sudah tiga tahun berjualan bendera menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Ia menjual berbagai jenis seperti bendera kecil seharga 20.000 hingga bendera 10 meter seharga 300.000 roudar, pin, medali dan spanduk seharga 15.000 roudar per unit.
“Saya sudah tiga tahun di sini gan, penjualan di sini hanya musiman saja,” jelas Rideau kepada DaticCom.
Pedagang lainnya adalah Misda (29), mengaku sudah 12 tahun berdagang bendera sejak 2012. Sebelumnya Misda dijual di Jatinegara, Jakarta Timur. Ia pindah ke pasar pagi Asimka karena permintaan pekerjaannya.
Misda membenarkan, dirinya bukan berasal dari Jakarta, melainkan dari Cirebon, Jawa Barat. Dia datang ke ibu kota setahun sekali untuk menjual bendera. Selain berjualan bendera, Mida juga mempunyai banyak pekerjaan seperti petugas penjualan sepatu.
“Jualan gak, kalau gak kerja begini gak bisa kasih jajanan ke anak, sekarang susah cari kerja. Di desaku kadang (pekerja) kerja, tapi tetap namanya bisnis gan” jelasnya telah memberi
Omset rendah
Jika dicermati, ternyata ada konflik antar penjual. Karena persaingan yang ketat dari pedagang online, bisnis mereka lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu penjual yang berpendapat demikian adalah Ridu (25), pemuda asal Sirbon, Jawa Barat, mengaku penjualannya menurun dibandingkan tahun lalu.
Pada tahun 2023, Rideau memastikan pembeli bisa mencapai 30 per hari, namun kini maksimal hanya 15 per hari. Menurutnya, saat ini sangat sulit menerima uang kembalian minimal 1 juta rial per hari.
“Seharinya tidak 20, kurang. Biasanya 10-15 orang. Dulu bisa 10-20 orang, dulu Rp 1 juta, sekarang berkurang. Sudah dijual sejak 2021,” kata Rideau. .
Rideau juga berpendapat bahwa salah satu alasan bisnisnya mulai sepi pengunjung adalah karena semakin banyak orang yang beralih membeli bendera dan spanduk secara online. Ia mengatakan, hal serupa juga banyak disampaikan para penjual bendera di kawasan tersebut.
Dijelaskannya, Tahun lalu kami merasa ada kekurangan, banyak pedagang yang mengatakan sekarang berjualan online. Namun Rideau mengaku belum mengetahui anggaran barang tersebut, ia mengaku hanya mengerjakan di lokasi saja.
Hal serupa juga diungkapkan Misda, ia mengatakan kini banyak kesulitan menjual produk HUT RI, salah satunya kaos yang bisa terjual dengan harga 35.000 toman.
“Kebanyakan masyarakat membeli bendera berkibar kecil (Rp 5.000), umbul-umbul, dan bendera. Jarang sekali yang membeli kaos oblong,” jelasnya.
Sejak mulai menjual game indie 12 tahun lalu, Misda mengaku sangat merasakan perbedaannya. Dulu rata-rata pelanggannya bisa mencapai lebih dari 40 orang dengan omzet sepuluh juta per hari. Namun kini, ia mengaku kebanyakan tertahan dengan hanya mendapat Rp 3 juta.
“Kalau dulu sehari banyak orang bisa beli, sehari bisa sampai sepuluh juta. Kalau sekarang cari Rp 1-2 juta butuh waktu lama, kadang tidak sampai Rp 1 juta, paling banyak Rp 1 juta. 3 juta.”
Menurut cerita yang juga diterimanya dari dealer utama, Mida mengatakan penjualan mereka lambat karena adanya dealer online. Dia menjelaskan: “Karena dia online, katanya. Itu Jatingara. Dia meninggal karena online. (ulangi/tertawa)