Jakarta –
Read More : Skuad MU Beri Dukungan ke Leny Yoro
– Pyro, kawan? kata seorang pelanggan di sebuah restoran di Pamulang, Tangsel. Kemudian pemilik restoran tersebut keluar dari belakang restoran dan menjawab, “Limalas ew, Kak.”
Percakapan unik berbahasa Jawa terjadi di Restoran Padang. Seorang pria bernama Aji adalah pemilik Restoran Padang. Nama Aji hanyalah nama panggilannya saja.
Ia berasal dari Tegal dan mengadu nasib di Jakarta dan Tangsel sejak tahun 1996. Aksen Medoc Aja tidak bisa disalahartikan, meskipun suasana toko makanannya memberikan kesan bahwa dia adalah seorang koki. Bahwa itu bukan milikku.
“Semua orang sudah berasumsi bahwa saya adalah esensi karena saya adalah madu. Orang-orang dengan cepat berkata, “Saya liar, kawan.” Maksudku, bagaimana kamu tahu itu sayang?, katanya sambil tertawa malu-malu saat bertemu Detikcom. Saya bertanya.
Aji mengaku mempelajari masakan Padang sejak tahun 1996. Saat itu, dia sedang bekerja di Restoran Padang di Jakarta. Bukan seorang juru masak langsung, Aji sebelumnya hanya bekerja sebagai pencuci piring.
“Dulu tidak langsung masak, tapi cuci piring dulu,” ujarnya.
Selain bekerja di sebuah restoran di Padang, Aji pindah ke tempat lain. Pindah ke dua tempat berbeda dalam waktu sekitar satu tahun. Yang kedua, dia percaya untuk ikut serta dalam memasak.
Menurutnya, masakan Padang yang terkenal dengan rempah-rempahnya yang berlimpah, tidak sulit untuk dikuasai. Dalam waktu tiga bulan, Aji sudah percaya diri memasak hingga akhirnya belajar memasak sendiri.
“Saat itu saya memasak masakan Padang selama tiga bulan dan belajar tentang bumbu. Ternyata tidak sulit karena bumbunya sama.”
Aji segera bekerja di sebuah restoran sungguhan di Padang. Selama dua tahun bekerja, dia perlahan mengumpulkan dana. Modal tersebut ia gunakan untuk membuka toko kecil-kecilan di Padang.
Sekitar tahun 1998, ia mulai menjalankan toko kelontongnya sendiri dan rupanya membuka toko kelontong di Padang. Meski berasal dari Tagalog, Aji tetap suka berjualan makanan Padang karena sudah mengetahui terlebih dahulu tentang makanan Padang.
Bukannya tak ingin membuka restoran Tegal, namun ia mengaku semakin percaya diri karena berpengalaman menyiapkan masakan Padang. Bukan berarti alasan memilih membuka padang adalah karena modal atau keuntungan.
“Saya tidak memutuskan membuka Warteg karena saya belajar masak Pedang sejak dini, jadi saya buka,” ujarnya.
Ditemui di tempat lain, alasan serupa disampaikan Riri, pemilik warung makan Padang di Kecamatan Jagakarsa. Riri juga berasal dari Tegal. Beliau telah menekuni bisnis ini sejak tahun 2009.
Lain ceritanya dengan Aji: Riri mengaku belajar masakan Padang dari orang Tegalan. Tak hanya itu, ia dan suaminya juga berasal dari Tegal, tempat mereka bekerja bersama sebelum menikah. Secara khusus, mereka bekerja pada tahun 1998-an.
“Tapi suami saya bekerja lebih lama di Padang Mall. Saat itu pemiliknya adalah Tegal di kawasan Jakarta. Jadi empu Padang Yaima ini usianya sudah sangat muda, bukan baru-baru ini.
Seorang ibu dari dua anak jarang disebutkan. Banyak kliennya mengira dia seorang selebriti. Memang saat Riri berbicara, suaranya tidak begitu khas orang Tegal dan sulit disembunyikan.
“Saya sering disebut sebagai selebriti lokal. Beberapa kali sempat tutup dan ternyata ada pelanggan dari Padang yang bertanya kepada saya di mana letak kampung Padangnya. Saya hanya berkata, “Saya orang lokal.” “Saya terkejut karena mereka mengira saya adalah juru masak padang sungguhan.”
Riri saat ini memiliki tiga gerai di Padang. Dua di antaranya berada di Jakarta Selatan, dan satu lagi dibuka di kampung halamannya, Desa Bumijawa Tegal.
Diakuinya, sebagai warga Tegal, tak ada alasan khusus mengapa ia memutuskan membuka toko sembako di Padang. Seperti kita ketahui, masyarakat Tegal juga mempunyai profesi besar yang terkenal yaitu Warung Tegal yang diberi nama Warteg.
“Saya sudah lama bekerja di Restoran Padang. Saya tidak pernah berpikir saya akan membuka diri. Tapi syukurlah, setelah bergabung dan mengelolanya, saya punya keluarga dan dana untuk membuka usaha sendiri,” jelasnya.
Menurut Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), padang sah saja dimiliki warga Tegal. Tidak ada salahnya memilih karir ini.
Restoran Padang atau kuliner Padang sudah tersebar di seluruh dunia, kata Emil Arifin, Wakil Presiden Restoran PHRI. Jadi memang banyak masakan Padang yang pemiliknya bukan berasal dari daerah tersebut.
“Sekarang masakan Padang sudah mendunia, bahkan ada restoran Padang milik orang Singapura dan restoran Padang di Malaysia. Jadi sah (tanah padang itu milik warga Tegal).
Karena masakan Padang sendiri bersifat mendunia, cita rasa masakannya seringkali disesuaikan dengan selera lokal atau wilayah di mana restoran tersebut berada.
“Contohnya restoran padang di Filipina, mungkin menurut kita kurang, tapi orang Filipina suka, artinya disesuaikan dengan selera lokal,” ujarnya. (apa saja/kil)