Jakarta –
Belakangan ini istilah “coma clock” sedang populer, terutama di media sosial, terutama di kalangan Gen Z. Meskipun fenomena ini dapat terjadi dari generasi ke generasi, Gen Z cenderung lebih sering mendokumentasikan kehidupan sehari-hari mereka, sehingga fenomena tersebut dapat menyebar dengan cepat. .
Koma terjadi ketika seseorang tiba-tiba kehilangan fokus saat beraktivitas, dan alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari kurangnya kesadaran hingga gaya hidup yang tidak seimbang. Menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum, ada beberapa faktor yang terkadang menyebabkan koma, yaitu: 1. Kurangnya kewaspadaan dalam beraktivitas sehari-hari
Salah satu faktor utama yang berhubungan dengan lamanya koma adalah kurangnya kesadaran atau ketidaksadaran total saat melakukan aktivitas.
“Kalau kata itu menggambarkan anak jaman sekarang sangat frustasi dan sangat perhatian, apakah itu benar-benar perhatian atau tidak? Mereka sering memikirkan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Yang kita lakukan biasanya rutin, sehingga membuat kita memperhatikan. Tidak fokus,” jelas Rostiana. Rabu (23 Oktober 2024) saat dihubungi detikcom.
Perhatian berarti hadir sepenuhnya, baik secara mental maupun fisik, saat melakukan sesuatu.
Sayangnya, banyak orang yang sering terjebak dalam rutinitas sehingga menyebabkan mereka melakukan berbagai aktivitas tanpa benar-benar fokus. Misalnya, seseorang lupa mengambil uang di ATM, lupa mengembalikan helm, atau tidak bisa berkata-kata karena terganggu saat berbicara. Kurangnya konsentrasi ini menunjukkan bahwa perhatian tidak digunakan secara maksimal. Gaya hidup dan pola makan yang tidak seimbang
Kebiasaan makan yang tidak sehat juga dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi.
Mengonsumsi makanan kaya karbohidrat dan gula berlebih dapat menurunkan kadar insulin secara signifikan sehingga membuat tubuh terasa lesu dan mengantuk. Tentu saja rasa kantuk ini berdampak langsung pada kemampuan otak untuk fokus.
“Anak-anak zaman sekarang banyak yang makan yang manis-manis. Lebih baik kurangi makan yang manis-manis dan ganti dengan produk yang lebih bergizi,” kata Rosdiana.3. Dampak media sosial terhadap defisit perhatian
Media sosial juga berperan penting dalam fenomena bel koma. Rostiana mengatakan, penggunaan media sosial yang berlebihan selama ini diyakini dapat menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi seseorang dalam jangka waktu lama.
“Kurangi media sosial dan lebih baik bertemu langsung agar bisa bersosialisasi secara langsung,” jelas Rostiana.
Tonton juga video “Gen Z berbicara tentang kerentanan terhadap depresi”:
Artikel selanjutnya: Mungkin saja berpikir terlalu banyak
(naik/naik)