Jakarta –

Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani melaporkan kegiatan beberapa tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, penerimaan bea dan cukai mengalami tren peningkatan.

“Dalam 3 tahun terakhir, penerimaan kepabeanan dan cukai meningkat signifikan dibandingkan tahun 2020. Sekitar Rp 300 triliun bisa kita optimalkan dalam 2 tahun terakhir,” kata Askolani, dalam sidang dengar pendapat bersama (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Dushanbe (10/6/2024).

Dalam pemaparan Askolani, terlihat pendapatan bea cukai pada tahun 2020 mencapai Rp 213 triliun. Angka tersebut kemudian meningkat menjadi Rp 269,2 triliun pada tahun 2021 dan Rp 317,8 triliun pada tahun 2022. Namun jumlah tersebut mengalami penurunan menjadi Rp 286,3 triliun pada tahun 2023.

Askolani mengatakan, pihaknya mampu mempertahankan indikator tersebut di tengah gejolak perekonomian yang disebabkan oleh berbagai kondisi, pertama, kenaikan harga bahan baku dunia, khususnya minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2021 dan 2022.

“Harga barang khususnya CPO khususnya pada tahun 2021 dan 2022. Dalam dua tahun tersebut pertumbuhan impor juga sangat tinggi hingga mencapai double digit. Ini juga menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi kita pada tahun 2021 dan 2022 yang akan meningkat. menjadi 3-5%,” ujarnya.

Jadi di tahun 2023 impor sedikit melambat dan harga CPO turun. Askolani menambahkan, dalam 3 tahun terakhir pihaknya dengan semakin menguatnya penguatan kepabeanan melakukan intensifikasi cukai secara proporsional.

Kemudian dari sisi bea masuk, tren kenaikan masih akan berlanjut hingga tahun 2023. Padahal impor pada tahun 2023 akan sedikit menurun akibat perlambatan ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS, Eropa, dan China) yang akan berlanjut hingga 2023. 2024.

Hingga April 2024, penerimaan bea dan cukai telah tumbuh sebesar 1,3% (y/y) atau 29,8% dari target, didukung oleh kebijakan hilirisasi, reformasi tarif cukai HT dan MMEA, serta pemantauan yang berkelanjutan.

“Kalaupun kita melihat impor minus 6,6% pada tahun 2023, tingkat efektifnya mungkin tetap di 1,3-1,4%,” ujarnya.

Sementara dari keluaran EBA, tingginya harga CPO pada 2021-2022 mencapai lebih dari 1.100 USD per ton, sehingga akan meningkatkan penerimaan bea keluar secara signifikan. Namun harga tersebut kembali menjadi USD 830 per ton pada tahun 2023 sehingga menurunkan pendapatan BK.

“Namun kemudian kami menerapkan kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan pentingnya ekspor tembaga dan itu akan berlanjut pada tahun 2024,” tambahnya.

Pasca intensifikasi penerimaan cukai, penerimaannya juga meningkat, meski produksi rokok tumbuh sedikit negatif yaitu 3,3 dan 1,8 dalam 2 tahun terakhir. Askolani mengatakan, situasi ini akan kita kendalikan pada tahun 2024 berdasarkan penerapan multi kebijakan -tahun.

“Dan untuk MMEA, kami melihat tren peningkatan pasca-Covid. Tentu saja pemulihan ekonomi dan pariwisata pasca-Covid akan menyebabkan peningkatan produksi dari MMEA, dan ini akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari MMEA hingga tahun 2023,” Dia. dia berkata.

Pada saat yang sama, pihaknya juga terus menjalankan fungsi fasilitasi perdagangan untuk jasa impor dan ekspor. Hingga saat ini, jumlah importir mencapai 72.615 orang dan eksportir 64.588 orang.

“Nilai impornya bisa mencapai 221 miliar dolar atau sekitar Rp 1.300 triliun. Kontribusinya terhadap PDB kita. Dan nilai ekspornya bisa mencapai 258 miliar dolar yang bisa mencapai Rp 3.000 triliun untuk mendukung pembangunan ekonomi kita,” jelasnya. . (schc/hns)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *