Jakarta –
Read More : Terungkap! Real Madrid Dua Kali Kontak Juergen Klopp
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membubarkan BUMN PT Pembangunan Armada Niaga Nasional atau PT PANN (Persero). Perusahaan pelat merah ini sempat menjadi sorotan karena mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) namun hanya memiliki 7 karyawan.
Keputusan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2024 tentang pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pembangunan Armada Niaga Nasional. Pembubaran PT PANN berlaku efektif pada 17 Oktober 2024.
Pasal 2 menyatakan bahwa likuidasi dalam rangka pembubaran PT PANN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang BUMN, peraturan di bidang perseroan terbatas, peraturan perundang-undangan tentang kepailitan dan pelunasan utang, dan /atau Peraturan perundang-undangan di bidang penundaan kewajiban.
Lebih lanjut, Pasal 3 juga menyebutkan penyelesaian pembubaran PT PANN termasuk likuidasinya akan dilakukan 5 tahun setelah tanggal berlakunya PP tersebut, atau tepatnya 17 Oktober 2024.
“Seluruh harta kekayaan sisa hasil likuidasi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pembangunan Armada Niaga Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetor ke Kas Negara,” bunyi Pasal 3 yang disalin dari beleid tersebut (19/ 19). 10/2024).
PT PANN pertama kali mendapat perhatian publik pada tahun 2022 karena karyawannya hanya tersisa 7 orang, namun PMN masuk dalam daftar penerima Rp 3,8 triliun. Berdasarkan catatan detikcom, karyawan PT PANN berjumlah 7 orang, antara lain Direktur Utama PT PANN Harry Sogiarso Suwandi, karyawan outsourcing sebanyak 12 orang, dan karyawan kontrak sebanyak 3 orang.
Jika dilihat dari sejarah resminya, PT PANN didirikan pada tahun 1974 atau telah beroperasi selama 50 tahun. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1974, BUMN ini didirikan sebagai wahana untuk melaksanakan program penanaman modal kapal niaga nasional. Ada empat kegiatan yang dilakukan perusahaan jika mengacu pada peraturan ini.
Pertama, pelaksanaan program pemerintah khususnya pembelian armada niaga, peralatan terapung, dan peralatan pendukung lainnya. Kedua, pembelian kapal melalui pemesanan kapal baru dan pembelian kapal niaga serta perlengkapan kapal untuk dijual, disewakan atau disewakan kepada perusahaan pelayaran nasional atau kapal yang memerlukannya.
Lalu ketiga, pengadaan kebutuhan dermaga dan galangan kapal untuk pembinaan dan pengembangan armada niaga nasional. Terakhir, keempat, mendirikan/mengoperasikan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan bidang-bidang usaha di atas, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan lain.
Pada tahun 2019, PT PANN mengajukan restrukturisasi utang SLA dan mendapat persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia melalui surat No: S-537/MK.05/2019 tanggal 16 Juli 2019 dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. Persetujuan penyelesaian tagihan negara dari PT Pembangunan Armada Niaga Nasional (Persero).
Selain itu, peningkatan Penyertaan Modal Negara (PMN) non tunai pada PT PANN (Persero) melalui konversi utang SLA dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 dan Laporan Singkat Komisi VI Penghapusan Utang Non Pokok SLA DPR RI. Nah, perusahaan tersebut akhirnya berhasil masuk dalam daftar penerima PMN tahun 2020.
Tak lama kemudian, Menteri BUMN Eric Thuhr mengatakan perseroan menjalankan bisnis yang tidak sesuai dengan bisnis intinya dan hanya memiliki 7 karyawan. Eric mengatakan, BUMN ini sudah bermasalah sejak tahun 1994. Bahkan, Eric menyebut PT PANN termasuk salah satu BUMN yang menghilangkan esensi bisnisnya.
Saat itu, Eric mengatakan PT PANN seperti BUMN perlu berbenah. Ada skema yang berbeda. Bisa bergabung, paling buruk dekat. Kini pilihan terburuk harus diambil pemerintah dan sudah disetujui oleh Jokowi. (shc/gambar)