Jakarta –
Pengusaha ritel memprotes rencana pemerintah merelokasi tujuh gerbang impor ke Indonesia bagian timur.
Ketujuh komoditas tersebut antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi dan aksesoris, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang manufaktur lainnya.
Budihardjo Iduanjah, General Manager Himpunan Pengusaha Ritel dan Penyewa Indonesia (Hipindo), mengatakan pengalihan lokasi impor berpotensi memperburuk keadaan industri dan ritel nasional. Ia menilai prinsip tersebut tidak perlu menjadi solusi efektif terhadap permasalahan impor ilegal.
“Infrastruktur di wilayah Indonesia bagian timur masih belum memadai dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian barat, khususnya pada sektor transportasi dan logistik. Selain itu, tingginya biaya operasional termasuk transportasi dan distribusi akan mempengaruhi pertumbuhan “harga pasar”. Keterangan, Kamis (5/9/2024).
Menurut dia, kenaikan harga akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat karena adanya kekhawatiran akan tertutupnya pendapatan dan usaha ritel.
“Jika harga terus naik akibat mahalnya ongkos kirim, maka daya beli masyarakat akan menurun dan tujuan belanja rumah tangga melalui program BINA tidak akan tercapai,” kata Budihardjo.
Hippindo juga menekankan bahwa solusi yang lebih efektif untuk mengatasi impor ilegal adalah dengan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di seluruh pelabuhan Indonesia, serta dengan pemangku kepentingan untuk menghentikan operasional importir ilegal.
Selain itu, Hippindo juga mendorong inisiatif pemerintah untuk meningkatkan produksi barang dalam negeri.
“Selain menggenjot impor, kami melihat perlunya peningkatan pasokan dari pabrik lokal, bila diperlukan kerjasama dengan pihak eksternal bisa dilakukan, namun dengan syarat menggunakan barang buatan Indonesia. Untuk kebutuhan dalam negeri sebaiknya dijual, bukan untuk ekspor.
Baca juga: Menperin Pamerkan Manfaat Pelabuhan bagi Tujuh Impor yang Dikirim dari Pulau Jawa,
Menurut Hippindo, yang harus diprioritaskan adalah pengisian stok pangan dan non pangan, dengan fokus pada produk yang belum terjual atau masih kekurangan pasokan di Indonesia.
“Kami mendukung upaya pemetaan produk non-manufaktur di Indonesia, khususnya produk lokal. Oleh karena itu, kami mendesak Kementerian Perindustrian untuk memberikan kemudahan bagi produsen untuk memulai produksi.” Termotivasi, Hippindo siap mendukung, jelasnya sambil memastikan bahwa produk tersebut “dapat dibeli oleh anggota kami selama memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku.”
Oleh karena itu kami mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali skema transfer impor dengan lebih hati-hati.
“Kebijakan ini harus mempertimbangkan aspek infrastruktur, biaya transportasi, serta dampaknya terhadap industri dan konsumen, sehingga tujuan utama peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai,” tutup Budihardjo. (ada/rd)