Jakarta –
Krisis kependudukan merupakan salah satu masalah yang dihadapi banyak negara di dunia. Hal ini menyebabkan krisis populasi tidak hanya di negara-negara Asia seperti Jepang tetapi juga di Amerika Serikat.
Tingkat kesuburan di Amerika telah menurun selama beberapa dekade, dan penurunan tajam terjadi setelah Resesi Hebat pada tahun 2008. Sementara itu, angka kelahiran di AS akan meningkat pada tahun 2021 akibat pandemi Covid-19. Kemudian angka kelahiran kembali menurun.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyebutkan pada tahun 2023, angka kesuburan di Amerika Serikat akan turun sebesar 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya 3,6 juta bayi yang lahir pada tahun itu, atau 55 bayi untuk setiap 1.000 wanita berusia 15-44 tahun.
Oleh karena itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, angka kelahiran terendah turun. Sarah Hayford, direktur Ohio State University Population Research Institute, mengatakan penurunan ini mungkin disebabkan oleh alasan sosial dan ekonomi.
“(Alasannya) banyak perubahan demografi. Orang-orang menikah di usia yang lebih tua, lebih sedikit pasangan yang menikah, lebih banyak waktu bersekolah dan mencari pekerjaan tetap, dan sebagainya,” ujarnya, seperti dikutip CNN . , Minggu (25/8/2024).
Tak hanya itu, Hayford mengatakan penurunan angka kelahiran juga dipengaruhi oleh faktor sosial yang menunda memiliki anak.
“Masyarakat menunggu lebih lama untuk punya anak. Dan rata-rata, ketika mereka menunggu lebih lama untuk punya anak, maka jumlah anak mereka lebih sedikit,” ujarnya.
Dia menambahkan, “Ada penerimaan sosial yang lebih besar terhadap tidak memiliki anak atau memiliki keluarga kecil, yang membuat orang lebih mempertimbangkan keputusan mereka untuk menjadi orang tua.”
Data CDC juga menunjukkan bahwa angka kelahiran tertinggi pada tahun 2023 terjadi pada perempuan berusia 30-34 tahun, yang berarti 95 kelahiran untuk setiap 1.000 perempuan dalam kelompok tersebut.
Di sisi lain, angka kelahiran di kalangan remaja berusia 15-19 tahun merupakan rekor terendah, yaitu 13 kelahiran untuk setiap 1.000 perempuan.
Hayford juga mengatakan bahwa undang-undang aborsi yang diberlakukan di banyak negara bagian AS berdampak pada angka kelahiran.
Ia berkata, “Kami masih melihat bagaimana tren aborsi mempengaruhi demografi. Namun, akses terhadap aborsi mengubah cara orang berencana untuk memiliki anak.” Tonton video “Setelah Jepang dan Korea Selatan, Singapura menghadapi krisis populasi” (ath/suc)