Jakarta –
Pernikahan biasanya menjadi harapan setiap pasangan untuk menikmati hidup hingga maut memisahkan. Namun tingginya angka perceraian tidak bisa dipungkiri. Badan Pusat Statistik melaporkan adanya peningkatan sebesar 15,31 persen menjadi 516.334 kasus perceraian pada tahun 2022 dibandingkan tahun lalu.
Perubahan serupa terjadi hampir di seluruh dunia. Laporan Forbes menunjukkan bahwa pada tahun 2021, 689.308 pasangan di Amerika Serikat akan melaporkan perceraian. Jumlah ini merupakan setengah dari jumlah pernikahan.
Menurut Forbes Advisor, ada beberapa alasan pasangan mengakhiri pernikahannya. Hal yang sering terlintas dalam pikiran adalah perselingkuhan dan masalah keuangan. Meski kedua alasan ini diberitakan secara luas, keduanya bukanlah alasan utama perceraian menurut survei Forbes.
Alasan paling umum adalah kurangnya dukungan keluarga. Berikut beberapa alasan pasangan putus, menurut survei konsultan Forbes. Konflik atau perang (31 persen) Tekanan finansial (24 persen) Kurangnya komitmen (23 persen) Perbedaan pendekatan orang tua (20 persen) Menikah terlalu sedikit (10 persen) Nilai atau etika yang bertentangan (6 persen) Penyalahgunaan narkoba (3 persen ) Kekerasan fisik dan/atau dalam rumah tangga atau emosional (3 persen) Beda gaya hidup (1 persen) Tahun berapa yang normal?
Survei menunjukkan bahwa perceraian biasanya terjadi pada tahun pertama pernikahan karena ketidakcocokan antar pasangan. Sebaliknya, mereka yang menikah dua hingga delapan tahun sebelum memutuskan bercerai dikaitkan dengan kurangnya dukungan keluarga.
Sebaliknya, pasangan yang sudah menikah lebih dari 9 tahun seringkali putus ketika menghadapi masalah serius seperti perselingkuhan dan putusnya hubungan. Tonton video “Yang Harus Dipertimbangkan Anak Saat Orang Tua Bercerai atau Bersatu Kembali” (self/self)