Jakarta –
Read More : Perhiasan hingga Uang Tunai Tertinggal di Kereta, Nilainya Tembus Rp 11 M
Pemerintah Myanmar telah menangkap 11 orang termasuk seorang pedagang beras, seorang manajer pabrik dan seorang penjual dari empat manajer supermarket karena diduga menjual beras dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditentukan.
Dilansir Reuters (1/7/2024), 11 orang ini diduga menaikkan harga beras sebesar 31-70% dari level yang ditentukan pemerintah setempat. Dalam kasus ini, salah satu pelakunya merupakan warga negara Jepang.
Penduduk Negara Bagian Sakura ini adalah anggota eksekutif Aeon Orange, perusahaan patungan antara Aeon Co Jepang dan Creation Myanmar yang berbasis di Yangon. Oleh karena itu, pemerintah Jepang juga ikut terlibat dalam memantau hal ini.
“Pemerintah Jepang akan terus mengambil tindakan yang tepat sambil mendesak pemerintah setempat untuk mengizinkan dia (warga negara tersebut) dibebaskan lebih awal,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, kepada wartawan di Tokyo.
Sementara itu, para pemilik pabrik beras di Myanmar mengatakan permasalahan tersebut bukan karena kurangnya pasokan atau stok beras mereka. Namun lebih dari itu karena pemerintah daerah ingin menurunkan harga tanpa mempertimbangkan biaya produksi yang diperlukan.
“Myanmar masih punya banyak beras. Situasi ini terjadi karena pemerintah ingin menurunkan harga,” kata orang yang tidak mau disebutkan namanya itu kepada Reuters.
Belum lagi, banyak pelaku usaha di sektor pangan, khususnya beras, yang terpuruk akibat ketidaksesuaian antara nilai tukar mata uang asing dengan harga pasar gelap yang mendominasi banyak perdagangan, seperti pembelian bahan bakar dan pupuk.
“Rugi sekali kalau kita bisa menjual beras dengan harga standar pemerintah,” ujarnya.
Perlu diketahui, selama beberapa tahun nilai tukar mata uang Myanmar di pasar gelap jauh lebih tinggi dibandingkan kurs referensi bank sentral negara tersebut yang masih berada di angka 2.100 nyat per dolar. Namun, di pasar gelap, mata uang tersebut mencapai rekor terendah sekitar 4.500 yen terhadap dolar pada akhir Mei.
Artinya petani harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli pupuk yang sebagian besar merupakan produk dari negara lain. Sementara mereka hanya bisa menjual beras dengan mata uang lokal yang tidak cukup untuk menutupi pendapatan mereka. (fdl/fdl)