Jakarta –

Read More : Spanyol Wanti-wanti Jerman: Jadi Tuan Rumah Bak Pisau Bermata Dua

Masih banyak pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima yang belum mengenal keuangan digital. Bahkan di zaman sekarang ini sudah menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan bisnis.

Perjuangan Ali Mahsun, Direktur Jenderal Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), mengatakan 65,4 juta orang saat ini bekerja di sektor perekonomian. Namun, kurang dari separuh masyarakat masih minim pengetahuan mengenai literasi keuangan dan digitalisasi.

Ali mengatakan era baru perekonomian digital menjadi tantangan bagi PKL. Digitalisasi memang penting, namun di sisi lain harus diimbangi dengan literasi keuangan dan pemahaman digital agar tidak menjadi korban.

“Sebagian besar badan usaha di masyarakat belum memiliki keterampilan TI. Pelaku usaha sangat membutuhkan literasi keuangan dan pelatihan digital inklusif. Kebanyakan dari mereka tinggal di pedesaan, di pusat kota, dan di jalan-jalan kota,” keterangannya dikutip, Rabu (10/1/2019). 7). /2024).

Menurut Ali, hanya 40% PKL yang memiliki keterampilan digital, setara dengan 30 juta penduduk perekonomian. Itupun, lanjutnya, tetap menggabungkan pembayaran melalui QRIS dan manual.

“Banyak masyarakat yang belum melek teknologi, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memaksimalkan sosialisasi dengan banyak pihak, termasuk organisasi, untuk meningkatkan pemahaman tentang literasi keuangan dan digitalisasi,” kata Ali.

Ali menambahkan, pemahaman literasi keuangan penting dilakukan karena ke depan perbankan akan melihat pencatatan transaksi kredit dalam bentuk digital. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan semua pihak untuk meningkatkan kesadaran literasi keuangan dan literasi digital di kalangan pelaku UKM.

“Distribusi terkonsentrasi di wilayah perkotaan besar. Artinya, dalam 3-4 tahun terakhir, digitalisasi masih belum menjangkau hingga ke pedalaman dan pedesaan. Terdapat 65,4 juta usaha kecil dan menengah yang beroperasi di Indonesia. Hingga saat ini, entitas yang melakukan transaksi digital belum mencapai 40%.

Indra, seorang praktisi dan CEO PT Trans Digital Semerlang (TDC), sebuah agregator transaksi komersial, juga mengakui bahwa pangsa pasar transaksi digital, khususnya penggunaan QRIS di kalangan UKM dan UKM, sangat besar.

Bank Indonesia (BI) mencatat pada April 2024, Kode Respon Cepat Standar Indonesia atau QRIS meningkat 175,44% secara tahunan (year-on-year). “Berdasarkan data tersebut, kampanye transaksi digital berjalan sesuai rencana. Namun harus diakui perlu waktu untuk menjangkau seluruh wilayah, terutama desa,” ujarnya.

Indra mengatakan Bank Indonesia tidak bisa bertindak sendiri dalam mengkampanyekan transaksi digital di seluruh tanah air. Seluruh pemangku kepentingan dan perusahaan yang bergerak di ruang transaksi digital harus mencapai jangkauan luas yang sama, dan hal ini memerlukan kreativitas dan inovasi.

Contoh inovasi yang dilakukan perusahaan pada produk Poscu Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UKM adalah insentif untuk mendukung literasi keuangan, seminar dan workshop pemasaran digital secara berkala, serta insentif lainnya untuk menjadi mitra.

“Kami bekerja sama dengan mitra sosial di Sumatera, Tamado Group, untuk menjangkau pelaku usaha kecil dan menengah melalui penerapan kampanye UMKM Go Digital di Kabupaten Pematang Siantar dan Samosir. Di Sabang (Ache), Bali dan Bangka, fokus kami dalam waktu dekat adalah UKM dan desa,” ujarnya.

Indra menyatakan, alasan pentingnya edukasi keuangan dan dukungan konsultasi bagi usaha kecil dan menengah adalah untuk menyiapkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan alat utama untuk memantau kinerja keuangan dan arus kas usaha kecil dan menengah.

“Laporan keuangan juga menjadi alat bagi pemilik usaha untuk mengambil keputusan dan strategi bisnis yang baik, termasuk menarik investor. Dari segi hukum tentunya juga berfungsi untuk melaporkan pajak dan pembayarannya agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Namun Indra berharap perusahaan penyedia dukungan dan konsultasi keuangan digital memiliki standar ISO 9001:2015 untuk manajemen mutu, ISO 37001:2016 untuk sistem manajemen anti suap, dan ISO 27001:2022 untuk sistem keamanan informasi.

“Penting bagi usaha kecil dan menengah untuk mengetahui identitas perusahaan penyedia sistem perdagangan digital atau perusahaan pemberi dukungan finansial yang salah satunya dimiliki oleh ketiga ISO di atas, karena ini adalah bagian dari keamanan mereka sebagai pengguna. ,” dia berkata. ditambahkan. (acd/das)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *