Jakarta –
Kecelakaan maut bus wisata yang membawa pelajar SMK Lingga Konkana, Depok di Siatar, Subang, Jawa Barat, menyisakan kesenjangan dalam ekosistem transportasi. Berikut disampaikan Wakil Presiden Pemberdayaan dan Pembangunan Daerah Asosiasi Transportasi Indonesia (MTI), Joko Setijuvarno.
Kecelakaan bus itu terjadi pada Sabtu (11/5/2024) pukul 18.45 WIB di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jumlah korban sebanyak 64 orang dengan rincian 11 orang tewas dan 53 orang luka-luka.
Kabid Humas Polda Jabar Kompol Jule Abraham Abset menjelaskan, kecelakaan bermula saat bus Trans Putra Fajar AD 7524 OG terbalik akibat rem blong hingga oleng dan bertabrakan dengan kendaraan lain.
Saat melintasi jalan menurun, banting setir ke kanan dan menabrak mobil yang melaju (D 1455 VCD), lalu terguling ke samping kiri, ban kiri berada di atas dan katanya: Tiga mobil R2 diparkir di samping. jalan.
Joko mengatakan, dari pemeriksaan, bus tersebut tidak terdaftar dan KIR meninggal pada 6 Desember 2023. Berdasarkan data BLUe, bus ini milik PT. Jaya Guna Hij. Bus tersebut diduga berasal dari armada AKDP yang bermarkas di Baturetno Wonogiri. Tampaknya sudah dijual dan digunakan sebagai bus wisata dan diperkirakan berusia 18 tahun. 1. Banyak perusahaan tidak memiliki manajemen yang teratur dan pengawasan yang setengah-setengah
Bahkan, kini mendaftar dengan sistem online semakin mudah. Pengawasan terhadap bus wisata harus ditingkatkan dan perusahaan bus yang tidak mematuhi peraturan administratif harus diberi sanksi.
“Sudah saatnya perusahaan bus yang tidak mau dikelola dengan baik harus diadili,” kata Joko. Hingga saat ini, pengemudi selalu menjadi korban dalam setiap kecelakaan bus. “Sangat jarang perusahaan bus dituntut di pengadilan.” Rilis ke media
Ditambahkannya: “Termasuk pemilik lama juga harus bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, kejadian serupa dengan alasan serupa selalu terulang. Data STNK, Kir, dan Izin harus dikoordinasikan dan diintegrasikan dalam satu kesatuan sebagai alat pengawasan administratif.” Bus AKAP/AKDP bekas dan tidak berizin
Kecelakaan dengan korban jiwa mempunyai pola serupa, yaitu tanpa sabuk pengaman dan badan bus yang keropos, sehingga pada suatu kecelakaan terjadi deformasi pada tempat korban tertimpa.
Pemerintah telah memberlakukan aturan pembatasan usia bus, namun hal ini masih setengah matang. Bus lama belum dibongkar. Namun dijual kembali sebagai angkutan umum karena masih berpelat kuning, sehingga bisa dikendarai namun tidak memiliki izin.
Berdasarkan data yang dikutip dari Departemen Perhubungan Umum Departemen Perhubungan Kementerian Perhubungan, hingga November 2023 jumlah kendaraan wisata sebanyak 16.297 unit. Hanya 10.147 bus (62,26 persen) yang terdaftar di Sistem Perizinan Angkutan Darat dan Multimoda Online (SPIONAM), sisanya 6.150 bus (37,74 persen) merupakan angkutan ilegal yang tidak jelas. Rasio pengemudi bus dan truk tidak sebanding dengan jumlah mobil
Berdasarkan data KNKT, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan dan memasuki zona bahaya 4 dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang aktif. Kurangnya keterampilan mengemudi
Ketrampilan pengemudi tidak hanya mengoperasikan kendaraannya di jalanan Indonesia dengan menggunakan teknologi yang terdapat pada bus dan truk, tetapi juga ketidakmampuan mengenali sejak dini kondisi buruk kendaraan.
Keterampilan tersebut tidak termasuk dalam mekanisme perolehan kartu SIM B1/B2 dan mekanisme pelatihan Defence Driving Training (DDT) yang merupakan syarat wajib Kementerian Perhubungan. Waktu kerja dan istirahat pengemudi tidak cukup
Pengemudi memiliki jam kerja, waktu istirahat, hari libur dan tempat istirahat yang buruk. Tidak ada peraturan yang melindungi mereka, sehingga kinerja mereka berisiko tinggi mengalami kelelahan dan dapat menyebabkan microsleep.
Ketiga permasalahan di atas selama ini belum memiliki sistem mitigasi yang terstruktur dan sistematis, sehingga kecelakaan bus dan truk dapat terus terjadi di Indonesia di masa mendatang. Faktanya, penyakit ini cenderung meningkat karena semakin parah jika tidak ditangani.
Kecelakaan rem blong pada bus dan truk di Indonesia hampir seluruhnya terjadi pada jalan menurun, dan hampir semuanya menggunakan gigi tinggi serta tidak menggunakan engine brake dan exhaust brake. Hal inilah yang menyebabkan rem blong.
KNKT juga memperhatikan ketidaknyamanan tidur mikro, dengan waktu kerja pengemudi melebihi 12 jam karena kelelahan.
Simak Video “Jumlah Daerah yang Larang Study Tour, Ketua IPOMI: Jangan Malas” (fem/fem)