Jakarta –
Read More : Ayo ke Stasiun MRT Bundaran HI, Ada Pameran Wonderspace 5 ‘Bali Baru’
Tanggal 27 September selalu mengingatkan akan pentingnya peran sektor pariwisata dalam kehidupan manusia dan perekonomian dunia. Selamat Hari Pariwisata Sedunia!
Tema Hari Pariwisata Sedunia tahun 2024, Tourism and Peace, bukan sekadar slogan, namun mengedepankan pentingnya pariwisata dalam menciptakan dunia yang damai. Mengingat hubungan antara pariwisata dan perdamaian global, kita dihadapkan pada pertanyaan besar. Bayangkan dunia tanpa pariwisata.
Tanpa pariwisata, kita kehilangan sarana penting untuk membangun pemahaman antar budaya. Pariwisata tidak hanya sekedar kunjungan fisik ke suatu tempat tetapi juga merupakan jembatan yang menghubungkan orang-orang dari latar belakang sosial, agama, dan budaya yang berbeda.
Melalui pariwisata, kita meruntuhkan tembok prasangka dan membangun jembatan dialog yang dapat mengurangi konflik. Pariwisata memberikan ruang untuk saling belajar, pengayaan ide dan apresiasi terhadap perbedaan yang ada.
Menurut UNWTO (2023), pariwisata menyumbang 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global dan mempekerjakan sekitar 319 juta orang di seluruh dunia.
Sektor ini menciptakan peluang bagi negara-negara berkembang untuk memperkuat diplomasinya, menciptakan citra positif di mata dunia dan mendukung stabilitas dan perdamaian. Di beberapa negara yang dilanda konflik, pariwisata telah menjadi wahana rekonsiliasi sosial dan pemulihan ekonomi di Indonesia.
Sebagai negara dengan kekayaan budaya dan alam yang luar biasa, Indonesia sangat mengandalkan pariwisata sebagai sektor strategis. Sebelum pandemi, sektor ini berperan penting dalam mendorong perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja di berbagai daerah, dan mengembangkan infrastruktur.
Angka dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa pariwisata berkontribusi lebih dari 5,5 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2019, dengan jumlah wisatawan asing hampir 16 juta orang.
Pandemi COVID-19 merupakan simulasi nyata betapa pentingnya bidang ini. Pada tahun 2020, Indonesia mengalami penurunan tajam kedatangan wisatawan internasional sebesar 75%, yang menyebabkan penurunan pendapatan devisa dan hilangnya jutaan pekerjaan di industri terkait.
Pariwisata yang menjadi salah satu penopang utama perekonomian tiba-tiba terhenti. Ini memberikan pelajaran penting. Tanpa pariwisata, Indonesia tidak hanya kehilangan potensi ekonominya, namun juga peluang untuk menjalin hubungan lebih erat dengan dunia internasional.
Kini, di tengah upaya pemulihan pascapandemi, Indonesia menghadapi tantangan baru dalam menghubungkan pariwisata dan perdamaian. Di beberapa daerah, seperti Papua, potensi pariwisata yang besar bertentangan dengan masalah keamanan dan ketegangan sosial.
Namun jika dikelola dengan baik, pariwisata bisa menjadi solusi untuk menciptakan perdamaian di kawasan ini. Mengembangkan pariwisata berbasis komunitas, memperkuat infrastruktur dan melibatkan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan merupakan langkah penting dalam pariwisata sebagai alat perdamaian.
Misalnya, Rwanda, yang mengalami genosida pada tahun 1994, kini menggunakan pariwisata sebagai salah satu pendorong utama perdamaian dan pembangunan ekonomi. Dengan berfokus pada ekowisata dan konservasi alam, Rwanda berhasil mengubah citranya di dunia internasional dan menarik wisatawan dari seluruh dunia.
Data dari Dewan Pembangunan Rwanda menunjukkan bahwa sektor pariwisata di negara tersebut telah tumbuh sebesar 17% setiap tahun sejak tahun 2010, dengan manfaat besar bagi pembangunan sosial dan lingkungan setempat.
Demikian pula Kolombia, yang telah mengalami konflik selama beberapa dekade, telah menggunakan pariwisata sebagai alat diplomasi dan pembangunan perdamaian.
Sejak perjanjian damai dengan kelompok pemberontak FARC pada tahun 2016, sektor pariwisata Kolombia telah tumbuh secara signifikan. Kementerian Perdagangan, Industri, dan Pariwisata Kolombia melaporkan peningkatan wisatawan internasional sebesar 300% antara tahun 2006 dan 2019, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian dan upaya membangun stabilitas di wilayah yang sebelumnya terkena dampak konflik.
Dalam konteks ini, pariwisata berperan sebagai agen diplomasi damai, dimana wisatawan menjadi “duta budaya” yang mewakili dan mengedepankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.
Setiap interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal tidak hanya membawa manfaat ekonomi, namun juga menciptakan hubungan internasional yang lebih erat dan saling menghormati.
Namun, bayangkan jika pariwisata hilang dari peta dunia. Dunia tanpa pariwisata adalah dunia yang lebih tertutup, lebih rentan terhadap konflik, dan lebih miskin dalam hal pertukaran budaya.
Pariwisata terbukti membantu negara-negara yang mengalami konflik atau pemulihan dengan memberikan ruang penyembuhan, rekonsiliasi, dan rekonstruksi melalui sektor ini. Bayangkan sebuah dunia tanpa pariwisata, dimana peluang untuk membangun perdamaian melalui interaksi lintas batas sangat terbatas.
Selain permasalahan dalam negeri, Indonesia juga berpotensi memanfaatkan pariwisata sebagai alat diplomasi di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan pariwisata halal, yang memperkuat diplomasi dengan negara-negara mayoritas Muslim.
Apalagi pariwisata Indonesia, seperti Bali, sudah lama dikenal sebagai destinasi internasional yang bisa menjadi “zona damai” di tengah ketegangan politik global.
Sebagai tujuan wisata global, Bali sering menjadi contoh bagaimana pariwisata menciptakan ruang yang aman untuk pertukaran budaya dan perdamaian. Ketika terjadi krisis politik atau ketegangan internasional di Asia Tenggara, Bali tetap menjadi tempat datangnya wisatawan dari berbagai negara untuk mencari perdamaian. Peran Bali sebagai simbol pariwisata damai sangat penting terutama dalam menunjang citra Indonesia di mata dunia internasional.
Pariwisata Indonesia pascapandemi mempunyai potensi besar untuk memperkuat perdamaian domestik dan regional. Mempromosikan pariwisata berbasis keberlanjutan yang melibatkan masyarakat lokal, meningkatkan infrastruktur di daerah konflik, dan mempromosikan nilai-nilai toleransi dan inklusi adalah kunci masa depan pariwisata yang mendukung perdamaian.
Bayangkan sebuah dunia tanpa pariwisata, dimana kesempatan untuk bertemu orang-orang, belajar dan menghormati satu sama lain hilang. Di dunia seperti ini, potensi konflik mungkin lebih besar, dan jarak antar negara, budaya, dan agama semakin meningkat.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mempromosikan pariwisata sebagai sarana perdamaian dunia. Jika kita bisa membayangkan dunia tanpa pariwisata, kita juga harus bisa membayangkan dunia dengan lebih banyak wisatawan yang menghargai keberagaman dan berkomitmen terhadap perdamaian.
Mari kita bekerja sama untuk menjadikan pariwisata sebagai kekuatan positif yang tidak hanya membangun perekonomian, namun juga menciptakan dunia yang lebih aman dan damai.
——–
Artikel ini ditulis oleh Taufan Rahmadi, Pakar Strategi Pariwisata Nasional. Artikel dikirimkan oleh pembaca detikcom dan tidak mewakili pandangan editorial. Saksikan video “Bus yang membawa 58 anak membawa bus yang terbakar di Tol Wiyoto Wayono” (wsw/wsw)