Magetan –
Sebuah warung makan di kawasan wisata Telaga Sarangan, Magetan, Jawa Timur, menjadi perbincangan hangat di internet setelah wisatawan tiba-tiba dihadiahi tagihan dalam jumlah besar dan meminta nasi goreng sebesar Rp 225.000. Pemilik toko menyangkal hal ini.
Belakangan ternyata warung tersebut bernama Prima Rasa dan milik Prima yang berusia 50 tahun. Video yang viral menyebutkan dia harus membayar Rs 225.000. Ia dan adiknya memesan 3 porsi nasi goreng, merica, es krim jeruk, dan teh manis.
Video ini milik wisatawan asal Blitar bernama Bagus Ardibo. Konten tersebut ia unggah ke media sosial dan akhirnya menjadi viral dan tersebar di banyak grup WhatsApp.
“Jadi kawan-kawan, saya ingin berpesan kepada semua yang berencana berlibur ke Telaga Sarangan, Magetan, harap berhati-hati. Kami membeli pesel-keling (Amerika), yang dikenakan di jari-jari perempuan, dan di tangan mereka. malamnya kami juga beli sate kelinci dan lontong (harga) wajar,” kata Bagus.
Pak Prima, jawab pemilik warung. Mereka dilaporkan memasang spanduk yang menunjukkan item menu yang akan mereka jual dan harganya.
Dia mengatakan pengunjung membayar lebih dari satu menu, dan pelanggan biasanya membayar Rp 225.000.
“Anak muda mungkin sudah terbiasa membeli makanan di Angklingan. Sejauh ini belum ada satu pun pembeli keluarga yang kembali melakukan protes,” kata Prima, Jumat (6/7).
Warung makan ini menawarkan menu bervariasi mulai dari makanan ringan hingga makanan berat. Pilihan menunya antara lain sosis goreng, kentang goreng, nasi goreng, mie goreng, kap sai, ayam peñer, soto, dan cheeseron.
Harga berkisar dari Rp 20.000 hingga Rp 35.000. Harga nasi gorengnya Rp 30.000. Kapkai, sebaliknya, berharga Rs 35.000 dan tersedia dalam jumlah yang dapat memberi makan dua hingga tiga orang.
Menu Kapukai menyajikan bahan-bahan berkualitas tinggi, mulai dari sayuran segar hingga parutan papa desa. Rasanya tidak mengecewakan, harum dan enak. Harga chap chai ini cukup terjangkau, yaitu Rp 35.000, apalagi jika dijual di kawasan wisata.
Meski lapaknya banyak mendapat pemberitaan buruk, Prima mengaku tak mau mempermasalahkannya. Ia hanya bisa mempercayakan keberadaannya kepada Sang Pencipta.
“Kra Boten itu masalah, karsene (saya tidak ada masalah, tidak ada apa-apa). Saya tidak menyalahkan (saya peduli) dan semua ini tidak menjadi perhatian saya. akan menuai pahalaku sendiri, katanya.
Sementara itu, Pejabat Pengelola Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Magetan Eka Raditio mengatakan, pihaknya sudah melaporkan hal tersebut kepada pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Sarangan. Menurut dia, kejadian serupa terjadi tiga kali di sebuah warung di Sarangan.
“Sedangkan kepemimpinan internal akan diisi oleh PHRI. Sementara itu, kami meminta mitra usaha kami di Sarangan untuk selalu memberikan harga yang wajar sesuai kebutuhan. Termasuk memberikan daftar produk dan harganya,” kata Eka.
“Selanjutnya, kami berencana membuat konten sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran baik penjual maupun pembeli. Termasuk menyampaikan catatan kepada pelanggan,” kata Eka.
Eka juga mencatat, harga di kawasan wisata relatif tinggi. Harga makanan bisa dicek dari menu makanan terlebih dahulu, dan jika ada waktu, wisatawan juga bisa membandingkan harga di warung makan terdekat.
“Tentu saja persoalan harga itu relatif. Itu sangat tergantung pada pembeli dan dari mana mereka membeli. Tapi yang paling mudah adalah membandingkannya dengan apa yang ada di sekitar,” kata Eka. Simak videonya: Langkah Sandiaga Hilangkan Gertakan Harga di Tempat Wisata (fem/fem)