Jakarta –

Presiden terpilih Prabowo Subianto mempunyai impian besar untuk mempercepat pengembangan B50 saat ia menjabat pada Oktober mendatang. Prabowo yakin hal ini bisa menghemat barang impor Indonesia hingga Rp300.000.

Mulai dari pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga Presiden terpilih Prabowo Subianto, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan RI) RI untuk mendukung program pangan dan energi berkelanjutan, Sudarono angkat bicara kepada salah satu anggota. Badan Energi Nasional (DEN), Agus Pramono.

Dalam pertemuan tersebut, Sudarono menegaskan, pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo menaruh perhatian besar terhadap pelaksanaan ketahanan pangan dan energi tanah air di tengah krisis global yang terjadi saat ini. Menurutnya, pemerintah saat ini sedang berupaya lebih keras untuk mencapai kemandirian pangan dan ketahanan energi.

Sudariono dalam pidatonya mengatakan: “Ketahanan pangan dan energi harus menjadi fokus negara yang kuat. Presiden Joko Widodo akan melanjutkan upaya yang dilakukan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencapai ketahanan pangan dan energi serta pembangunan masyarakat Indonesia. . pengumuman, Kamis (11/9/2024).

Saat diwawancarai Anggota Dewan Energi (DEN) Agus Pramono Kementerian Pertanian RI di Jakarta (10/9), Sudarono mengatakan salah satu hal yang menunjukkan komitmen Presiden Joko Widodo terhadap ketahanan pangan adalah energi. Hal ini terlihat saat Presiden Joko Widodo melakukan penanaman tebu perdana pada Selasa, 23 Juli 2024, di Kampung Sermayam, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Sudarono mengatakan, “Langkah yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat menanam tebu di Merauke pada masa lalu merupakan langkah strategis dalam mengatasi krisis pangan global akibat perubahan iklim. Hal ini merupakan pesan Presiden Joko Widodo mengenai ketahanan pangan dan energi negara. “

Terkait penanaman tebu, Sudarono menjelaskan, tebu merupakan komoditas pertanian di Indonesia dan tidak diolah menjadi gula. Namun bisa juga diolah menjadi bioetanol (C2H5OH) untuk pembakaran lebih lanjut. Bioetanol dapat membantu mencapai ketahanan energi dan mengurangi impor.

“Pemerintah mempunyai harapan besar untuk mentransformasikan industri pangan Indonesia di wilayah Merauke dan sekitarnya, yang berpotensi menghasilkan gula dan bioetanol seperti beras, jagung, dan tebu, serta laboratorium kultur jaringan, pembibitan tebu, ladang tebu, dan pembibitan.” , – jelasnya.

Sementara itu, Agus Pramono, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menjelaskan dunia kini mulai beralih menggunakan energi ramah lingkungan. Indonesia mempunyai target mencapai net zero atau nol bersih pada tahun 2060.

Agus meyakini keterlibatan seluruh instansi pemerintah dalam pelaksanaan program ketahanan pangan dan energi seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian ESDM dapat memperkuat kerja sama. Dengan demikian, mitra dapat meningkatkan produktivitas pengembangan sumber energi baru terbarukan yang berbasis bahan baku nabati.

“Indonesia perlu mulai mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, sementara Indonesia menjadi raja energi hijau dengan cara baru, yaitu dapat meningkatkan energi dan energi berbasis bahan baku ramah lingkungan,” kata Agus.

Agus menambahkan, pemerintah harus mendukung pengembangan bioetanol di dalam negeri. Sebab saat ini ada tugas yang harus segera diselesaikan untuk mendukung pengembangan bioetanol di Indonesia.

“Salah satunya adalah bea masuk terhadap bahan bakar etanol yang akan digunakan dalam campuran bahan bakar. Ini sangat menyulitkan program pengembangan bahan bakar ramah lingkungan. Saya yakin ini menjadi perhatian kita semua, khususnya Kementerian Keuangan. ,” jelasnya. .

Selain itu, ia menjelaskan Indonesia memiliki 13 pabrik bioetanol dengan produksi 365 juta liter per tahun.

“Saat ini Pertamina masih mengimpor 57% (56.368.118 liter) untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri,” ujarnya.

Menurutnya, program bioetanol 5% (E5) sebagai bahan bakar campuran membantu mengurangi emisi di sektor energi dan mengurangi impor.

“Kebutuhan bioetanol kadar minyak bumi untuk program E5 sekitar 5 juta liter per hari, dan program ini akan dilaksanakan secara bertahap dengan tujuan terlaksananya program E5 di Indonesia pada tahun 205,” jelasnya.

Sedangkan penerapan sistem E10 yang membutuhkan bahan bakar bioetanol minimal 10 juta liter per hari. Rencana ini akan dimulai pada tahun 2029 dan mencapai implementasi E10 di Indonesia pada tahun 2035.

. cukup,” tutupnya. Saksikan video “Respon Jokowi atas Usulan Luhut Beli Perusahaan di Brazil dari Pertamina” (prf/ega)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *