Jakarta –
Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) khawatir undang-undang tersebut akan menurunkan daya beli.
Ketua Umum GPI Hariyadi Sukamdani menilai pemerintah harus lebih fokus pada penciptaan lapangan kerja agar dapat menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi negara. PPN tidak bertambah
“Nah, itu yang akan diputuskan oleh pemerintahan baru. Tapi kita sudah lihat dari awal bahwa yang terpenting bukan bermain ekonomi, tapi menciptakan lapangan kerja yang luas,” kata Hariyadi di Indonesia Event (WITF) 2024, Jakarta, Rabu (02/10/2024).
“Yah, kita bicara soal ekonomi, tapi sebenarnya daya belinya sedang turun. Daya belinya turun karena ada orang yang menganggur, kan? Artinya, menurut saya, fokusnya bukan di situ, tapi fokusnya adalah mengenai permasalahan ekonomi, pertumbuhannya akan terus berlanjut jika, seperti yang Anda ketahui, pertumbuhannya akan terus berlanjut
Menurutnya, sektor pariwisata dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi. Sebab pariwisata mempunyai dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat
“Lucu kan buat kita? Walaupun daya beli menurun, tapi tidak mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat kan? Kita harus lihat, kita harus akui, kan? ?” katanya.
Makanya saya berkali-kali bilang, kenapa kita promosikan pariwisata, ‘Baiklah, mari kita utamakan pariwisata’. Lalu karena masyarakat punya lapangan pekerjaan karena pariwisata meningkat, mereka langsung dapat uang ya? Apakah akan berdampak pada pertumbuhan dan daya beli?
Menurut situs resmi DRP, rencana kenaikan tarif PPN tertuang dalam Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan dan Keuangan, PPN merupakan pungutan pajak konsumsi yang ditanggung sendiri terkait dengan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Saat ini tarif PPN di Indonesia sebesar 11 persen. Tarif PPN 11 persen berlaku mulai 1 April 2022. Informasi tersebut tertuang dalam Harmonisasi Peraturan Perpajakan Republik Indonesia Nomor 2021 yang telah disetujui Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021.
Oleh karena itu, dalam UU 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 8 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah Pasal 7 Ayat 3, Pemerintah berhak mengubah tarif PPN. Minimal 5% dan maksimal 15%
Dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DRP RI), rencana kenaikan tarif PPN merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan dan peningkatan pemungutan pajak.
Pada 11 Mei 2024, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian saat itu, menyatakan bahwa strategi pemerintah ke depan bukanlah menaikkan PPN, melainkan pemungutan pajak.
Ditemui di Kampus Kanisius, Sabtu (11/5/2024), ia mengatakan, pertama, strategi ke depan bukan menaikkan PPN, tapi meningkatkan pemungutan pajak.
Jika sistem perpajakan modern diterapkan, diharapkan pemungutan pajak akan lebih baik. Untuk memperbaiki sistem perpajakan ini, Pemerintah sedang mengerjakan Sistem Dasar Administrasi Perpajakan (CTAS).
“Diharapkan dengan terbentuknya sistem yang lebih baik, jika Direktorat Jenderal Pajak mengenakan pajak, kita berharap bisa memaksimalkannya,” kata Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia Maju ini.
Simak video “Naik PPN 12%, Menko Airlangga: Nanti Cek UU APBN” (wkn/fem)