Ibukota Jakarta –
Media sosial penuh dengan kutipan yang menyatakan bahwa susu UHT meningkatkan risiko diabetes dan gagal ginjal pada anak. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) membantah melontarkan pernyataan tersebut.
Klarifikasi di akun Instagramnya, dr Piprim menjelaskan, yang dimaksud bukan susu UHT, melainkan makanan ultra-olahan atau ultra-proses.
“Dalam praktiknya, ini berarti diabetes tipe 2, yang banyak menyerang remaja. Hal ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, termasuk pola makan yang tinggi makanan olahan, tinggi gula, dan zat aditif lainnya,” tulisnya. Dr. Piprim, dikutip detikcom, Senin (7 Mei 2024).
“Makanan yang berlimpah seperti ikan, unggas, daging, telur. Susu tidak boleh dianggap superfood, sehingga ada masyarakat yang menyusui 8-10 botol susu sehari, dibatasi 200 ml/hari,” ujarnya. dia melanjutkan.
Pernyataan tersebut sebenarnya bermula dari wawancara yang dilakukan pada Selasa (23 Juli 2024). Saat perayaan Hari Anak Internasional di kantor IDAI, Jakarta Pusat. Dalam sebuah wawancara, Dr. Piprim mengatakan bahwa susu kemasan sebaiknya hanya digunakan sebagai suplemen dan tidak dianggap sebagai makanan super.
“Iya, susu (kemasan) bisa jadi hanya bahan tambahan, hanya bahan tambahan,” kata dr Piprim. Itu bukan superfood,” kata Dr Piprim, Selasa (23 Juli 2024).
Pada sesi tanya jawab, Dr. Piprim menekankan, orang tua sebaiknya tidak membiasakan anak sejak awal untuk mengonsumsi makanan olahan dan cepat saji. Sebab, makanan tersebut bisa merusak ginjal.
“Jangan biarkan anak-anak terbiasa dengan makanan olahan sejak awal.” Selain itu, makanan cepat saji akan menimbulkan berbagai dampak bagi kesehatan, termasuk yang banyak menimbulkan kebisingan akhir-akhir ini, berdampak pada ginjal, dan lain-lain. Saya kira kita secara sadar memberi makan anak-anak,” pungkas Dr. Piprim. Tonton video “Mengenali gejala yang memerlukan hemodialisis” (dpy/up)