Jakarta –
Viral di media sosial adalah potret ditemukannya dugaan resistensi antibiotik. Pada unggahan tersebut terlihat pasien kebal terhadap berbagai jenis antibiotik.
“Tidak semua demam disebabkan oleh infeksi virus dan tidak semua infeksi memerlukan antibiotik,” tulis pengunggah di fitur Instagram Stories.
Penyalahgunaan antibiotik menyebabkan munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Fenomena ini disebut Resistensi Antimikroba (AMR) dan mempunyai implikasi serius terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
Tercatat dari situs Kementerian Kesehatan RI, resistensi antibiotik atau resistensi terhadap efek antibiotik terjadi ketika bakteri tidak lagi merespons antibiotik sehingga menghentikan pertumbuhan atau membunuh bakteri tersebut. Resistensi antibiotik merupakan masalah serius yang mengancam efektivitas pengobatan penyakit menular.
Salah satu penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, termasuk antibiotik untuk infeksi virus, seperti batuk dan pilek, serta penggunaan antibiotik dan diagnosis yang tidak tepat.
Selain itu, penggunaan antibiotik secara teratur, seperti jeda 1-2 hari, juga dapat menimbulkan risiko terjadinya resistensi antibiotik.
Dari laporan klinis yang diterima Kementerian Kesehatan, pengobatan pasien penyakit resistan obat membutuhkan banyak upaya. Karena bakteri yang kebal antibiotik mempengaruhi perawatan pasien.
“Pengobatan pasien penyakit AMR sulit dilakukan karena beberapa alasan. Yang pertama adalah terbatasnya pilihan obat. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik yang ada sekarang,” jelasnya. direktur. Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Azhar Jaya.
Setelah itu, diagnosisnya cepat. Tes budaya dan psikologis memerlukan waktu yang lama untuk menegakkan diagnosis pada pasien penyakit tersebut, sehingga menunda pengobatan yang tepat. Belum lagi efek sampingnya.
Pasien yang resisten terhadap antibiotik seringkali diberikan obat yang memiliki efek samping serius atau risiko toksisitas.
“Karena pengobatan AMR membutuhkan waktu yang lama (long stay/intermission yang lama), sehingga pengobatan AMR menjadi mahal, menurunkan produktivitas pasien dan keluarganya selama menunggu, serta menambah beban pasien dan jaminan kesehatan,” kata Azhar. . Tonton video “Hati-hati, simak cara menggunakan antibiotik dengan bijak!” (memanggil/mengetuk)