Jakarta-
Turki mulai ditinggalkan wisatawan. Keadaan ini merupakan dampak dari meroketnya inflasi dalam negeri yang mencapai 75,4% pada bulan Mei, yang dipicu oleh kenaikan harga hotel, bar, dan restoran.
Dikutip dari Euronews.com, Sabtu (27/7/2024), inflasi ini mendorong harga barang di Turki meroket hingga membuat perjalanan wisata menjadi mahal. Akhirnya turis Turki berbondong-bondong ke Yunani.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Izmir dari Asosiasi Agen Perjalanan Turki (TÜRSAB), Kıvanç Meriç, mengatakan kondisi ini berdampak serius pada industri pariwisata Turki. “Saya harus mengatakan bahwa ada juga masalah serius mengenai jumlah wisatawan asing di Turki,” kata Meriç.
Meric menggarisbawahi, meskipun Turki menempati posisi terdepan di Eropa, khususnya di kawasan Mediterania, dengan pelayanan dan kualitas hotelnya, Turki telah kehilangan posisi tersebut karena harga yang tidak menguntungkan.
Menurutnya, di resor-resor besar Turki pada bulan Juli dan Agustus biasanya tidak mungkin menemukan kamar hotel. Di destinasi populer di sepanjang pantai Aegean dan Mediterania, tingkat okupansi biasanya mencapai 90-95%. Namun, tahun ini hotel bisa dikatakan beruntung jika tingkat okupansinya mencapai 80%.
Hotel-hotel ini bahkan tidak bisa bergantung pada low season. Meski destinasi wisata Mediterania banyak dikunjungi wisatawan pada bulan Mei hingga Oktober, namun musim liburan di Turki jauh lebih singkat.
“Sektor pariwisata Turki menghasilkan uang selama musim ramai. Sektor ini tidak menghasilkan uang pada bulan April, Mei, September dan Oktober,” kata Meriç.
“Periode utama untuk menghasilkan uang adalah pertengahan Juni hingga pertengahan September. Sekarang kita berada di pertengahan Juli dan kita masih belum mencapai tingkat lapangan kerja yang kita inginkan,” lanjutnya.
Biaya hotel bukan satu-satunya hal yang membuat wisatawan enggan. Harga tiket masuk situs arkeologi yang dikelola Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata juga mengalami kenaikan.
Sebelumnya, orang bisa memasuki kota kuno Efesus dengan biaya 15 euro, namun sekarang biayanya menjadi 40 euro. Dampaknya, wisata budaya mulai menurun.
“Pelanggan wisata budaya, terutama wisatawan dari daerah jauh, mulai memilih negara lain seperti Mesir,” ujarnya.
Meric mengatakan permasalahan ini dimulai tahun lalu ketika pemerintah Turki mengambil tindakan untuk menindak kepemilikan mata uang asing.
“Hal ini menyebabkan penilaian berlebihan terhadap lira Turki dalam lingkungan inflasi ini. Oleh karena itu, di dalam negeri, warga negara kita memiliki kesempatan untuk bepergian ke luar negeri dengan biaya lebih rendah. Di dalam negeri, harga hotel tetap tinggi,” jelasnya.
Namun dia menekankan, pelaku bisnis perhotelan tidak sengaja menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan lebih. Di sisi lain, harga kami juga meningkat karena tingginya biaya. (ada/fdl)