Jakarta –
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyuarakan keprihatinannya terhadap Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka skandal korupsi impor gula. Hal ini terjadi saat Tom menjabat Menteri Perdagangan pada pertengahan tahun 2015.
Budi Santoso mengatakan, sejauh ini belum ada pembahasan internal Kementerian Perdagangan mengenai masalah tersebut. Yang jelas pihaknya akan mendukung segala proses hukum yang terjadi.
“Kami dukung seluruh prosesnya. Kami sangat mendukung proses hukumnya, tapi itu 2015-2016,” kata Budi di Pusat Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30 Oktober 2024).
Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lim Bung sebagai tersangka kasus korupsi impor gula. Kasus ini menyangkut impor gula sejak Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan pada 2015-2016. Selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung juga menetapkan Direktur Pembinaan Usaha PPI CS 2015-2016 sebagai tersangka.
“Konfirmasi bukti dua tersangka karena memberikan bukti korupsi.
Kedua, tersangka CS (Charles Sitorus) merupakan Direktur Pengembangan Usaha PT PPI periode 2015-2016.
Dalam hal ini, Tom Limbung disebut mengizinkan impor gula ketika produksi dalam negeri melebihi saat menjabat Menteri Perdagangan pada 2015. Saat itu, dalam rapat koordinasi antar kementerian, produksi gula dalam negeri lebih melimpah. Tidak perlu mengimpor.
Izin impor gula kristal mentah yang dikeluarkan Tom Lembong disebutkan sebanyak 105.000 ton. Izin impor diberikan kepada perusahaan swasta yang kemudian mengolah gula tersebut menjadi gula kristal putih.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, BUMN menjadi satu-satunya pihak yang diperbolehkan mengimpor gula kristal. Menurut Kejagung, hasil izin impor tersebut menimbulkan permasalahan pada stok gula kristal putih pada tahun 2016. Saat itu, terjadi kekurangan gula kristal putih di Indonesia sebanyak 200.000 ton.
Sementara itu, CS selaku Direktur Pengembangan Usaha Perusahaan Pengusaha Indonesia (PPI) disebut memerintahkan anak buahnya mengadakan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Untuk mengatasi masalah gula disarankan menggunakan gula kristal putih namun disarankan menggunakan gula kristal mentah. Gula tersebut kemudian diproses oleh perusahaan berlisensi untuk menangani gula kristal rafinasi.
Setelah mengimpor dan mengolah gula kristal mentah, ibarat PT PPI yang membeli gula tersebut. Bahkan, gula tersebut dijual dengan harga Rp 16.000, lebih tinggi dari harga HET saat itu yang sebesar Rp. PT PPI menerima fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula. Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 400 miliar. (Kg/kg)