Jakarta –

Petani tembakau menolak keras rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang pengemasan seragam tembakau tidak bermerek sebagai ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) no. 28/2024. Para petani menilai peraturan ini berpotensi menurunkan jumlah dan harga tembakau.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnas Mudi menjelaskan, aturan kemasan rokok seragam tanpa identitas merek tidak berdampak langsung terhadap petani. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya prevalensi rokok ilegal, yang bagi petani merupakan rokok legal dan ilegal.

“Sebenarnya kalau di hulu, produk tembakau petani tetap dibeli oleh produsen, sebenarnya tidak ada masalah siapa pun, yang penting digunakan untuk produk rokok tidak ada masalah,” imbuhnya. . Kusnosi kembali mengutip detikcom pada Minggu (3/11/2024).

Namun dalam jangka panjang, ketentuan ini berpotensi mengganggu iklim IHT di sektor hilir yaitu produsen rokok. Hal ini dapat mempengaruhi hasil serapan tembakau petani.

“Tapi masalahnya kalau kemasan polos berarti pemerintah melegalkan produk ilegal, saya khawatir dari situ asalnya. Padahal rokok ilegal sebenarnya berasal dari sumber yang sama, tapi tembakaunya berasal dari petani. tidak ada masalah sama sekali, tapi dalam jangka panjang tidak mungkin,” ujarnya.

Omong-omong, hingga saat ini, lebih dari 90% produk tembakau petani telah diambil alih oleh industri tembakau biasa, yakni perusahaan berbadan hukum. Jadi jika aktivitas produsen rokok yang sah terganggu, pasti akan berdampak besar pada jumlah tembakau yang dihasilkan petani.

“Padahal produk-produk yang kita hasilkan semuanya diserap oleh industri, lebih dari 90%, hampir 99%, katakanlah diserap oleh industri kita. Jadi kalau industri ini hilang, berarti siapa yang membeli tembakau?” katanya.

Ia mengatakan, pemerintah juga tidak memiliki inovasi dalam pemanfaatan tembakau untuk industri lain, sehingga sangat berdampak pada keberlangsungan perokok dan petani.

Artinya aturan, regulasi, dan kewenangan yang lebih ketat berdampak besar (di sektor hilir). Apalagi jika menyangkut kemasan kosong, imbuhnya.

Padahal, menurut Kusnosi, berbagai tekanan yang dihadapi industri rokok saat ini dirasakan oleh petani. Ada beberapa perusahaan tembakau yang tidak akan membeli produk tembakau pada tahun 2024.

“Contohnya di Temanggung. Di Temanggung itu ada perusahaan besar yang tiap tahun beli, tapi tahun ini tidak beli. Jadi di Jatim, di daerah Probolinggo juga sama, tidak beli juga. Ada sebenarnya dua atau tiga perusahaan yang tidak mereka beli,” ujarnya lagi.

Dampak dari rendahnya daya serap produk tembakau juga secara langsung menurunkan harga jual ke petani. Hingga saat ini, rata-rata harga tembakau turun sekitar 10% dibandingkan tahun lalu.

“Tahun lalu, yakni 2023, harga tembakau sangat tinggi. Sekarang turun harganya 10 persen,” ujarnya.

Perlu diketahui, PP 28/2024 tentang pelaksanaan ketentuan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) memuat pasal yang mengatur bahwa seluruh kemasan rokok di Indonesia harus mematuhi ketentuan standarisasi desain dan pelabelan produk.

“Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau dan Rokok Elektronik wajib memenuhi standar kemasan yang meliputi desain dan penulisan,” bunyi Pasal 435 PP tersebut.

Tonton videonya: Pemerintah Larang Penjualan Rokok Ketengan ke Warga!

(tulang/tulang)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *