Jakarta –
Ada kekhawatiran bahwa rencana Donald Trump untuk menerapkan kebijakan setelah memenangkan pemilihan presiden AS (pil press) akan menimbulkan tantangan baru bagi perekonomian global. Situasi ini sedikit banyak juga akan berdampak pada Indonesia.
M. Farman Hidayat, Sekretaris Jenderal Dewan Ekonomi Nasional (DEN), mengatakan setidaknya kemenangan Trump akan berdampak pada perekonomian Indonesia melalui dua jalur, termasuk sektor keuangan dan komersial.
“Banyak tantangan perekonomian jangka pendek yang harus dihadapi Indonesia,” kata Furman pada seminar nasional Prakiraan Perekonomian Indonesia 2025. Saya kira akan ada dampaknya, ”ujarnya. Kamis (21 November 2024) oleh INDEF di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat.
Dari sisi finansial, Furman mengatakan Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, kini sudah mulai menurunkan suku bunga acuannya. Namun pernyataan terbaru Ketua Fed Jerome Powell menunjukkan bahwa penurunan suku bunga berikutnya tidak akan terjadi secepat yang diperkirakan sebelumnya.
Meskipun ada penurunan suku bunga The Fed, imbal hasil Treasury cenderung meningkat sebagai antisipasi kebijakan Presiden Trump, yang diperkirakan akan memperlebar defisit anggaran dan berdampak pada inflasi, kata Furman.
“Saat ini kita melihat dampak capital outflow dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan dolar sangat mahal, sedangkan rupiah terdepresiasi,” ujarnya.
Pengaruh lain yang perlu diantisipasi adalah dari sektor dunia usaha. Rencana Presiden Trump untuk menaikkan tarif hingga 60% di semua negara yang terkait dengan Tiongkok memerlukan analisis yang sangat cermat mengenai bagaimana hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global dan selanjutnya terhadap ekspor Indonesia.
“Saya pikir dinamika ini akan sangat menarik. Ini akan berubah dengan sangat cepat. Itu tergantung pada politik,” tambahnya.
Tantangan lainnya adalah melemahnya perekonomian Tiongkok, lanjut Furman. Menurut dia, mitra dagang utama Indonesia saat ini adalah Tiongkok, sehingga situasi tersebut perlu diwaspadai. Meskipun Tiongkok mengalami pelemahan akibat krisis di sektor real estate, Tiongkok juga memberikan stimulus yang cukup besar.
Furman mengatakan nilai gabungan stimulus yang diberikan pemerintah China, termasuk bank sentral, akan mencapai 19% dari produk domestik bruto (PDB) selama beberapa tahun ke depan. Jumlah ini jauh melebihi stimulus yang diberikan di era COVID-19.
“Selain tantangan jangka pendek lainnya, kita juga menghadapi berbagai tantangan jangka menengah, seperti ketahanan pangan global, perubahan iklim, atau perpecahan politik dan ekonomi, dan kita menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan jangka menengah kita.” “Saya kira kita perlu bertindak sekarang untuk mencapai keseimbangan bagi Indonesia, dan tahun 2045 akan menjadi masa keemasan,” ujarnya.
Secara keseluruhan, katanya, dunia saat ini menghadapi tantangan yang sangat serius. Mengingat kondisi di atas dan geopolitik yang semakin tegang, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan tetap berada pada angka 3,2%. Hal ini juga disebabkan oleh perlambatan yang diperkirakan terjadi di negara-negara besar dunia.
“Amerika Serikat diperkirakan akan mengalami perlambatan pada tahun 2025. India, misalnya, diperkirakan akan mengalami perlambatan, dan Tiongkok akan mengalami sedikit pertumbuhan pada tahun 2025, namun dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya, pertumbuhannya akan lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi dari sisi perekonomian global masih menjadi tantangan yang cukup besar,” ujarnya (shc/rrd).