Bandung –
Belakangan ini cuaca panas di Bandung semakin sejuk. Mengapa? Berikut penjelasan pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Menurut dr. Muhammad Rais Abdillah, S.Si. M.Sc, Direktur Program Studi Meteorologi ITB, fenomena udara panas di Bandung yang lebih sejuk pada pagi hari merupakan fenomena biasa.
Hal ini terjadi setidaknya karena tiga faktor, yaitu kurangnya udara saat musim kemarau, angin, dan kelembapan, jelas Rais dalam keterangannya, Rabu (24 Juli 2024).
Rais yang juga dosen pada kelompok ilmu atmosfer menjelaskan, udara berkurang saat musim kemarau. Cuaca memainkan peran penting dalam pengaturan suhu. Saat musim kemarau, awan sangat rendah di langit.
“Awan berperan sebagai ‘selimut’ yang memantulkan sinar matahari dan mencegah panasnya mencapai permukaan bumi,” ujarnya.
Pada siang hari, ketika udara lebih sedikit, sinar matahari lebih banyak mencapai bumi, sehingga udara menjadi lebih hangat. Namun, pada malam hari efeknya berbeda. Panas yang diserap bumi pada siang hari dengan cepat dilepaskan kembali ke luar angkasa melalui proses radiasi.
Oleh karena itu, suhu udara turun tajam pada malam hingga pagi hari. Namun proses pendinginan juga bergantung pada keberadaan awan pada malam hari, jelasnya.
“Pada malam hari panas matahari tidak ada, udara dingin, jika tidak ada awan (pada malam hari maka panas bumi akan keluar ke angkasa, tetapi jika ada awan maka panas angin akan kembali dari udara). awan. biarkan dunia menjadi dingin secara perlahan,” tambahnya.
Rais juga menjelaskan, pada musim kemarau, akibat terik matahari, puncak panasnya paling tinggi, namun puncak dinginnya juga paling kecil. Sebab, jarak suhu maksimum dan rata-rata harian sangat jauh dibandingkan musim hujan, karena musim hujan lebih berawan, jelasnya.
BACA SELENGKAPNYA:
Kehadiran angin juga mempengaruhi proses pendinginan permukaan bumi pada musim kemarau. Suhu lebih rendah saat angin lebih dingin dibandingkan saat angin bertiup.
“Kalau cuaca dingin tidak ada angin atau AC, jadi AC bekerja lebih baik,” ujarnya.
Sebab, atmosfer bekerja dengan ‘mencampur’ udara dari malam hingga pagi hari. Pada malam hari, udara di atas lebih hangat dibandingkan udara di bawah. Oleh karena itu, ketika ada angin, maka angin ‘k’ akan menghangatkan udara ke bawah dan udara dingin ke atas.
Kelembapan juga berpengaruh, meski kecil dibandingkan awan. Pada iklim tanpa kelembapan, udara akan menjadi dingin.
Terkait cuaca dan cuaca dingin ke depan, Rais menyatakan masyarakat mempunyai akses terhadap informasi cuaca yang dipublikasikan BMKG.
“BMKG sudah mengeluarkan prakiraan. Pengukur suhunya lebih akurat dibandingkan hujan. Untuk pertanian yang membutuhkan data seminggu atau sebulan sebelumnya, BMKG juga sudah mengeluarkan prakiraan musiman. Begitulah data cuaca bisa dilihat,” dia menyimpulkan. .
——–
Artikel ini muncul di detikJabar. Saksikan video “Imbas Dingin, Ribuan Keramba Ikan di Lumajang Mati Tiba-tiba” (wsw/wsw)