Jakarta –
Menteri Kelautan dan Perikanan Shakti Wahu Trengono berharap integrasi Indonesia-Vietnam akan membawa perubahan total pada budidaya lobster di Tanah Air. Hal itu disampaikannya setelah melihat kemajuan budidaya lobster di perairan Jembrana Bali hasil kerja sama pelaku usaha kedua negara.
“Banyak perbaikan yang terlihat, termasuk perubahan teknologi pengelolaan budidaya lobster sejalan dengan perkembangan SOP yang diterapkan di Vietnam. Penerapan langkah-langkah teknis dan etos kerja dalam operasional budidaya,” kata Trengono dalam laporannya, Selasa (6/8/2024).
Hal itu disampaikannya usai bertemu dengan Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam Phung Duc Dien di Denpasar, Bali pada Senin (5/8/2024).
Budidaya lobster di Zembrana menggunakan teknik yang mirip dengan budidaya keramba dan bawah laut di Vietnam. Benih lobster bening (BBL) mendapat perlakuan khusus seperti pembaharuan benih, seleksi dan pengendalian di instalasi isolasi sebelum dilepas ke keramba budidaya.
Cara budidaya yang diadopsi dari Vietnam diyakini dapat menurunkan risiko kematian dan meningkatkan kelangsungan hidup bibit lobster bening di keramba budidaya.
Menurut Trengono, para peternak lain di Indonesia bisa mengikuti cara beternak kepiting di Zembrana agar perubahan budidaya lobster nasional bisa segera terwujud. “Sistem budidaya ini salah satu contohnya, termasuk penerapan etos kerja pada petani lobster,” kata Trengono.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam Phung Dec Tien memuji cepatnya proses adaptasi perusahaan patungan dalam standarisasi budidaya lobster, seperti Vietnam. Sebab, dalam beberapa bulan lagi operasi budidaya sudah bisa dilakukan di Indonesia.
Tien berharap kerja sama ini dapat mendongkrak industri budidaya lobster dan mendorong pertumbuhan industri tersebut di Indonesia. Selain peningkatan perekonomian, hubungan diplomatik kedua negara juga semakin erat, terutama dalam upaya pemberantasan perdagangan benih lobster ilegal.
“Kami percaya sejak awal bahwa Indonesia adalah mitra strategis untuk membangun ekosistem rantai pasok lobster global,” kata Dean.
Di sisi lain, Juru Bicara Aquaculture International PT Ido Adinda Crecheilla mengatakan pihaknya berkomitmen berinvestasi US$4 juta per tahun, dengan total US$20 juta selama lima tahun. Investasi tersebut akan digunakan untuk membangun keramba jaring apung (KJA) untuk beternak kepiting dengan metode Vietnam. Pada metode ini, wadah budidaya atau keramba ditempatkan pada kolom air dengan kedalaman 3-7 meter dari permukaan tanah. Addinda menjelaskan beberapa alasan utama di balik penggunaan sistem budidaya KJA ala Vietnam. Pertama, kepiting sangat sensitif terhadap perubahan salinitas. Dengan merendam keramba, lobster akan terlindungi dari pengaruh air tawar yang masuk ke permukaan saat hujan. Selain itu, kandang yang berada di bawah permukaan air terlindung dari angin kencang atau angin barat.
“Pertukaran ilmu dan keahlian budidaya lobster yang diberikan oleh para ahli dari Vietnam diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi petani, nelayan lokal, dan masyarakat setempat,” tutup Adinda.
(akn/ega)