Jakarta –
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid meninjau repatriasi 288 benda bersejarah dari Belanda. Perjanjian repatriasi tersebut melibatkan kerjasama yang erat antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda dan mencakup pengkajian bukti-bukti yang mendalam (menelaah sumber atau asal usul kepemilikan suatu temuan arkeologis) untuk menjamin keaslian dan sumber setiap benda.
“Ini bukan sekedar penyerahan artefak sejarah, tapi juga pemahaman dan sosialisasi atas aset sejarah dan budaya yang telah lama menjadi pembeda negara,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Hilmar menekankan pentingnya upaya pemulihan dan pemeliharaan jati diri bangsa.
“Pemulangan ini merupakan bagian dari agenda repatriasi yang disetujui melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2017,” ujarnya.
Ia mengatakan, prosesnya diawali dengan penandatanganan perjanjian oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Eppo Egbert Willem Bruins, di Wereldmuseum Amsterdam dengan turut serta Duta Besar RI untuk Belanda Mayerfas.
Kementerian Pengetahuan dan Kebudayaan telah menyelenggarakan sejumlah program khusus sebagai komitmen repatriasi, termasuk konservasi dan penelitian berkelanjutan yang akan dilakukan oleh para ahli.
“Kami akan menyelenggarakan program edukasi dan kegiatan interaktif yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang nilai sejarah dan budaya artefak tersebut,” kata Hilmar.
Barang-barang yang dipulangkan antara lain barang-barang Koleksi Perang Puputan Badung yang diambil pada masa intervensi Belanda di Bali pada tahun 1906, dan patung-patung bersejarah dari Candi Singhasari di Jawa Timur.
Koleksinya antara lain arca Ganesha, arca Brahma, arca Bhairawa, dan arca Nandi yang sebelumnya telah dikembalikan untuk dipulangkan pada tahun 2023.
Dijelaskannya, seluruh koleksi yang berhasil direpatriasi akan dikelola oleh museum dan Badan Cagar Budaya atau Badan Warisan Budaya Indonesia dan ditampilkan dalam pameran ulang Museum Nasional Indonesia yang akan dibuka untuk umum pada Oktober mendatang. 15.
Dijelaskannya, “Pameran ini tidak hanya menjadi kesempatan melihat langsung artefak-artefak sejarah yang dikembalikan ke Indonesia, namun juga menjadi wadah untuk mengkaji dan mengapresiasi perjuangan dan upaya Indonesia dalam memulihkan dan mempunyai warisan budaya tersendiri.”
Selain itu, penelitian asal usul yang menyertai proses repatriasi juga dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai sejarah dan peran benda-benda tersebut dalam konteks peradaban Indonesia.
“Melalui penelitian ini, kami tidak hanya memulihkan artefak-artefak tersebut tetapi juga meningkatkan pemahaman kita tentang masa lalu, sehingga generasi sekarang dan masa depan dapat mengapresiasi kekayaan warisan budaya yang kita miliki,” tambah Farid.
Pemulangan tersebut diharapkan tidak hanya memperkuat identitas budaya nasional, tetapi juga menjadi simbol semakin eratnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda.
Saksikan video “Tukin Tak Dibayar, Dosen ASN Kemendikbudristek Harus Kerja Paruh Waktu” (sym/sym)