Jakarta –
Pemerintah dan pemangku kepentingan meluncurkan Satuan Tugas Jaringan Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan pada lokakarya nasional bertajuk “Dukungan dan Inovasi Keuangan Inklusif bagi Perempuan”. Gugus tugas ini akan bertugas memperkuat dan menyatukan inisiatif komprehensif di setiap sektor agar lebih fokus dan efektif.
Dalam pemaparan pada Rabu (13/11), Kementerian Koordinator Perekonomian menggandeng berbagai pihak antara lain Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan. dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Bank Dunia untuk Perempuan.
Satgas ini dibentuk berdasarkan Keputusan Asisten Koordinasi Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Perekonomian tahun 2024. Mandat gugus tugas tersebut meliputi bidang akses dan layanan keuangan, layanan keuangan digital, dan teknologi informasi. , dan menggunakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.
Peluncuran gugus tugas ini menandai kolaborasi kelembagaan multipihak dan mendorong digitalisasi keuangan yang berpotensi memperluas akses keuangan bagi perempuan di pedesaan. Kesempatan untuk memimpin peluncuran gugus tugas baru ini diberikan kepada Feri Erawan, Asisten Koordinasi Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Anastuti Kusumvardhani, Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia.
Perempuan mempunyai peran penting dalam mencapai target 80% kepemilikan akun, sehingga program pendidikan dan pelatihan perempuan perlu lebih diperkuat. Keberadaan Satgas menjadi wadah koordinasi, komunikasi, serta monitoring dan evaluasi, sehingga seluruh pihak yang terlibat dapat saling belajar.
Penting untuk mendorong inklusi keuangan perempuan berdasarkan fakta bahwa perempuan tidak mempunyai layanan keuangan. Berdasarkan Laporan Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) tahun 2023, tingkat kepemilikan rekening perempuan masih lebih rendah (74,3%) dibandingkan laki-laki (78,3%).
Persentase perempuan yang menggunakan produk dan jasa keuangan (88,1%) juga lebih rendah dibandingkan laki-laki (89,3%). Dalam hal ini, SNKI juga telah menetapkan perempuan dan penyandang disabilitas sebagai kelompok sasaran dalam intervensi peningkatan inklusi keuangan.
“Perempuan adalah penopang keuangan keluarga dan masyarakat, di Bank Indonesia kami telah menetapkan pilar pemberdayaan perempuan dalam strategi keuangan yang komprehensif,” kata Anastuti.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Inklusi Keuangan OJK Edwin Noorhadi mengatakan kehadiran layanan keuangan digital berpotensi mentransformasi layanan keuangan menjadi lebih inklusif. Alasannya adalah bahwa digitalisasi merupakan sebuah terobosan yang dapat menjamin inklusi keuangan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan penduduk pedesaan.
Lebih lanjut, dalam sesi diskusi, panel fokus pada potensi digitalisasi untuk menjembatani kesenjangan akses dan layanan keuangan antara perempuan dan laki-laki serta antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Christina Menes, Direktur Kantor Regional Asia Tenggara dan Direktur Wanita Bank Dunia, mengatakan masih terdapat kesenjangan gender di sektor digital UMKM, dimana 44% pelaku UMKM perempuan kemungkinan akan menjalankan usaha selama 3-5 tahun. Tak hanya itu, pendapatan UMKM digital gamer perempuan juga lebih rendah 22% dibandingkan laki-laki.
Melihat hal tersebut, Vitasari Angreni, Deputi Direktur Kebijakan Asia Tenggara Bank Dunia untuk Perempuan, mengatakan digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan penyandang disabilitas dan pedesaan, menjadi prioritas masa depan yang harus terus berlanjut.
“Penelitian Bank Dunia terhadap perempuan mengungkapkan bahwa perempuan di pedesaan berada di garis depan dalam memperluas layanan keuangan. Dengan kolaborasi multipihak, kita dapat menemukan tindakan yang lebih tepat untuk mencapai inklusi keuangan,” katanya.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Badan Pusat Statistik, perbankan, perusahaan penyedia jasa keuangan, berbagai lembaga dan organisasi kemasyarakatan.
Sebagai informasi, Satgas Jaringan Advokasi Keuangan Digital Perempuan terdiri dari 24 organisasi pemerintah dan penyedia jasa keuangan. Gugus Tugas ini dibentuk pada tahun 2022 atas kerja sama antara Bank Dunia untuk Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berbagai inisiatif telah dilakukan melalui jaringan ini, seperti peningkatan pendidikan keuangan bagi perempuan, lokakarya disabilitas inklusif bagi penyedia jasa keuangan, dialog publik lintas kementerian. Saksikan video “Kemenko Airlangga: Inklusi Keuangan Ditargetkan 90% pada 2024” (prf/ega)