Jakarta –
Pep Guardiola baru-baru ini memperpanjang kontraknya dengan Manchester City hingga 2027. Selama hampir satu dekade memerintah The Citizens, ia telah melihat beberapa “perubahan rezim” di klub-klub rival.
Manajer tersukses dalam sejarah City menggantikan Manuel Pellegrini di Etihad Stadium pada musim panas 2016. Tanpa gelar di musim debutnya, ia tak pernah melewatkan kontribusi trofi selama tujuh tahun ke depan. Total ada 18 trofi sejauh ini.
Dengan sepak bola yang begitu fantastis, tidak heran kota ini terus mempertahankannya. Bahkan, dia sendiri terkadang mengambil waktu sejenak untuk mempertimbangkan apakah akan melanjutkan.
Hubungan lama City dengan Guardiola merupakan anomali dalam frekuensi pergantian manajer klub. Faktanya, dia adalah satu-satunya manajer tim Liga Premier yang memegang posisinya selama sembilan musim terakhir.
Sebelumnya, Guardiola punya Jurgen Klopp, rival sengitnya di lapangan hijau. Pelatih asal Jerman itu tiba beberapa bulan sebelum melatih Liverpool. Namun, sejak musim panas tahun lalu, ia digantikan oleh Arne Slott.
Sementara itu, klub lain lebih banyak mengalami pergantian manajer. Misalnya, Arsenal telah mempekerjakan Arsene Wenger, Unai Emery dan Mikel Arteta selama sembilan musim terakhir, dengan Freddie Ljungberg sempat menjabat sebagai manajer sebelum kedatangan Arteta.
Chelsea terlebih lagi. Antonio Conte, Maurizio Sarri, Frank Lampard (dua kali), Thomas Tuchel, Graham Potter, Mauricio Pochettino dan kini Enzo Maresca semuanya bergantian melawan Guardiola.
Dapat dikatakan bahwa Manchester United adalah. Saingan sekota City telah melatih Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, Ralf Rangnick, Erik ten Haag dan sekarang Ruben Amorim, bersama dengan Michael Carrick dan Ruud van Nistelrooy ditunjuk sebagai juru kunci.
Sedangkan Tottenham Hotspur dilatih Pochettino saat Guardiola datang, kemudian diserahkan kepada Mourinho, Nuno Espirito Santo, Conte, dan kini Ange Postecoglou. Ryan Mason dan Christian Stallini menjadi pelatih sementara pada periode ini.
(adp/mrp)