Jakarta –
Ritual ini konon berumur 12.000 tahun. Keberadaannya selalu hidup berkat 500 generasi yang tak pernah berhenti mengamalkannya.
Terkubur jauh di dalam gua Australia, para arkeolog telah menemukan bukti ritual Aborigin yang mungkin telah diturunkan dari generasi ke generasi selama 500 generasi dan bertahan selama 12.000 tahun, menurut CNN. Dengan usia ini, ritual tersebut menjadi praktik budaya berkelanjutan tertua yang diketahui di dunia.
Penelitian dilakukan di Gua Cloggs yang terletak dekat Buchan, sebuah kota kecil di Australia yang berjarak sekitar 350 kilometer sebelah timur Melbourne. Di sana, peneliti menemukan sebatang kayu mencuat dari dalam tanah.
Mereka menebangnya dan memeriksa umur kayunya dengan penanggalan karbon. Kayu tersebut ditemukan berumur 12.000 tahun, dari akhir zaman es terakhir.
“Dan kami berpikir, ‘Wow, apa ini? Artefak berusia 12.000 tahun tidak dapat bertahan lama di dalam tanah. Biasanya negara itu akan runtuh,” kata Bruno David, seorang profesor di Pusat Studi Pribumi Monash Australia. yang ikut menulis makalah penelitian.
Mereka juga menemukan sebatang kayu lain yang meskipun 1.000 tahun lebih muda, namun sangat mirip.
Kedua batang kayu tersebut diolesi dengan lemak hewan atau manusia, ditemukan di dekat perapian mini, dan keduanya “terbakar parah”, seperti dijelaskan dalam makalah Nature Human Behavior yang diterbitkan Senin.
David dan rekan-rekannya di Universitas Monash diberitahu oleh GunaiKurnai Land and Waters Aboriginal Corporation (GLaWAC), yang mewakili masyarakat GunaiKurnai, untuk menyelidiki bukti arkeologi dari ritual ini pada tahun 2017, yang sebelumnya telah didokumentasikan oleh ahli geologi dan etnografer abad ke-19. , Alfred. Howitt.
Howitt merinci ritual yang dilakukan di Gua Cloggs oleh orang-orang GunaiKurnai yang berkuasa, yang dia sebut “dukun”, “penyihir”, yang kemudian dikenal sebagai “mulla-mullung” di kalangan orang GunaiKurnai.
Ritual mereka bertujuan untuk melukai musuh atau menyembuhkan orang sakit dengan cara mencari sesuatu milik benda tersebut, menempelkannya pada tongkat lempar bersama dengan lemak manusia atau hewan.
Tongkat itu “kemudian ditancapkan secara diagonal ke tanah di depan api, dan secara alami ditempatkan pada posisi sedemikian rupa sehingga jatuh secara alami,” tulis Howitt pada tahun 1880-an.
Paman GunaiKurnai Elder, Russell Mullett, mengatakan bahwa temuan tersebut mungkin saja terlewatkan di dalam gua, namun dia memuji “roh yang hidup” di daerah tersebut karena membantu para peneliti menemukannya.
Penggalian yang dilakukan 50 tahun lalu tanpa berkonsultasi dengan komunitas GunaiKurnai mengungkapkan miniatur perapian yang penting untuk ritual ini, namun para peneliti belum menganalisis bahan tanaman, seperti tongkat kayu, secara signifikan.
Selain menentukan penanggalan dan penggunaan tongkat tersebut, para arkeolog menyimpulkan bahwa gua tersebut hanya digunakan sebagai tempat ritual, dan tidak menemukan bukti adanya sisa makanan vertebrata.
Temuan ini konsisten dengan etnografi terkini dan pengetahuan Gunai Kurnai, tambah para arkeolog. Saksikan video “Lagu Tari Ramayana, Ajang Seni Pertunjukan Dalam Reuni Budaya Yogyakarta” (msl/fem)