Jakarta –

Read More : Google Mulai Rilis Anti Jambret HP Android, Ini Kecanggihannya

Keputusan Indonesia untuk membuka kembali ekspor pasir laut yang telah dilarang selama 20 tahun menjadi sorotan. Dampak lingkungannya patut dipertanyakan.

Keputusan mempertahankan ekspor pasir laut ditandatangani Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan melalui perubahan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Perubahan tersebut antara lain Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Perdagangan No.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isya Karim mengatakan reekspor pasir laut diperbolehkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. Sesuai usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Jenis pasir laut yang boleh diekspor tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 21 Tahun 2024 diatur, yang didasarkan pada Keputusan No.

Padahal, ekspor pasir sudah dilarang sejak tahun 2002. Saat itu, Presiden ke-5 RI Megawati Sokarnoputri melarang ekspor pasir laut melalui Keputusan Presiden (CPR) Nomor 33 Tahun 2002 melalui pengendalian dan pengawasan pengusahaan pasir laut.

Megawati melarang ekspor pasir laut untuk mencegah meluasnya kerusakan lingkungan akibat menyusutnya pulau-pulau kecil.

Pada Selasa (17/9), Presiden Joko Widodo mengatakan ekspor pasir laut merupakan hasil sedimen laut, bukan pasir laut.

“Sekali lagi, bukan pasir laut. Yang tersingkap adalah lanau, lanau yang menghalangi jalannya kapal. Enggak, kalau diterjemahkan pasir, beda lho,” kata Jokowi di Dunrexa Tower, Jakarta Pusat, kemarin. .

Ketua Umum Asosiasi Program Studi Ilmu Lingkungan Indonesia Dr. Suyud Warno Utomo, M.Sc. yang merupakan dosen Fakultas Ilmu Lingkungan UI sekaligus manajer penelitian dan kolaborasi SDM dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UI, mempertanyakan apakah aturan ekspor pasir laut atau sedimentasi melalui kajian komprehensif atau komprehensif

“Yang terpenting, sebelum diterapkan, harus dikaji dampak lingkungannya secara detail, kajian AMDAL dan kerusakan lingkungannya harus diperhitungkan. Jangan salah, jangan lihat pasir pantainya, tapi itu habitat banyak hewan laut. Biota dan terumbu karang dapat mengganggu ekosistem, kata Suyud.

“Kalau memang sedimentasi yang merupakan hasil sedimentasi dari pertanian, perkebunan, konstruksi, perumahan dan sebagainya, maka memang perlu dikeruk. Sedimentasi juga diperlukan sebagai sarana pertumbuhan. Makanya pasir laut upsa. atau pengerukan adalah sama.

Suyud khawatir jika tidak dilakukan kajian menyeluruh, potensi kerusakan alam akan lebih besar dibandingkan manfaat ekonominya. Ia mengaitkannya dengan biaya pemeliharaan yang harus dilakukan pemerintah saat memompa pasir.

“Saya memahami di satu sisi bahwa pemerintah perlu meningkatkan perekonomian, tetapi apakah keputusan ini benar-benar menghasilkan keuntungan atau sebaliknya menghasilkan uang? Operasi pengerukan dan ekspor benar-benar ditangani oleh perusahaan. Proyek yang diberikan, tapi bagaimana cara memantaunya?

“Kegiatannya dilakukan di laut, siapa yang mengawasi. Kegiatan di laut memerlukan biaya yang besar, peralatan (kapal dll), serta sumber daya manusia yang terampil, sumber daya manusia yang paham tentang laut. ujar Suyud.

“Kalau tidak diawasi dengan baik, saya khawatir akan terjadi pelanggaran, tidak ada pengelolaan lingkungan yang baik, tidak terorganisir, dan ada pengawasan formal. Tidak ada lagi yang menyebutkan pengelolaan lingkungan setelah dilakukan pengerukan, bukan? ” Apakah uangnya akan hilang?” kata Suyud.

Suyud pun menanyakan siapa yang mendapat manfaat darinya. Ia pesimistis warga setempat akan mendapat manfaat dari ekspor hasil laut tersebut. Berkaca pada masa lalu, para nelayan kesulitan menangkap ikan.

“Ekspor akan diuntungkan siapa? Apakah benar-benar menguntungkan negara atau hanya kelompok tertentu saja? Masyarakat lokal jangan hanya menjadi penonton hasil pembangunan, seharusnya merekalah yang memprioritaskan hasil pembangunan,” tuturnya. Suyud.

“Dulu ada keuntungan ekonomi, namun kerugiannya berkepanjangan, kemiskinan para nelayan dan permasalahan lingkungan hidup tetap ada. Sudah jelas bahwa pembangunan selama ini banyak menimbulkan kerusakan lingkungan, itu saja tidak cukup. kerusakannya belum,” kata Suyud.

“Kalau dilakukan pengerukan, rusaknya lingkungan, hilangnya pendapatan para nelayan karena tidak bisa menangkap ikan, pasti rusaknya lingkungan dalam jangka panjang. Setelah itu, dampak sosialnya juga akan bertahan lama. jangka pendek, “Nelayan mendapat kompensasi, tapi apakah bisa dilanjutkan dan tidak mendidik. Bisakah pariwisata menjadi cara menghasilkan uang sekaligus menjaga lingkungan?”

Suyud menawarkan solusi bagi pemerintah untuk menghasilkan uang, namun tidak lebih cepat dibandingkan dengan mengekspor pasir laut. Tentu saja melalui pariwisata berkelanjutan.

“Dalam jangka pendek, pariwisata secara ekonomi tidak lebih menguntungkan dibandingkan penambangan pasir, tapi jangan dipikirkan, bukan terlalu dekat, tapi dampak ekonomi jangka panjang dari bagaimana laut tercipta dan keterlibatan masyarakat,” ungkapnya. Suyud.

“Pengembangan pariwisata bisa menjadi salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat tentang lingkungan hidup, edukasi tentang terumbu karang, manfaat biota laut. Jangan hanya melihat laut dan pasirnya, oh itu laut, oh itu Pasir, bukan. Namun. , obat-obatan, keindahan, Ada potensi pariwisatanya,” jelas Suyud.

“Laut kita berpotensi tidak banyak pasirnya. Banyak peneliti, praktisi, referensinya juga mudah,” tegasnya.

Menurut BBC Indonesia, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan dengan syarat terpenuhinya kebutuhan fisik dalam negeri serta daya dukung dan daya dukung ekosistem pesisir. . tidak berkurang.

Ia menegaskan, “pembersihan sedimen laut” tidak boleh dijadikan kawasan penambangan pasir. Selanjutnya dikaitkan dengan kegiatan ekspor pasir laut.

“Tujuan pembersihan sedimen laut ada dua, yaitu meningkatkan daya dukung dan daya dukung ekosistem pesisir,” kata Doney.

Untuk pengambilan pasir di laut, KKP telah mengidentifikasi tujuh lokasi, antara lain di Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. Kemudian, perairan sekitar Kabupaten Karawang, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Balikpapan, serta perairan sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Saksikan video “Jokowi bicara soal PP ekspor pasir untuk manfaatkan Singapura” (Fem/Fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *