Jakarta –
Setelah adanya laporan dari 399 dokter spesialis yang ingin mengakhiri hidup dan melukai diri mereka sendiri, Dr. Adib Khumaidi, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), meminta pemerintah setidaknya mulai memperhatikan jam kerja warga, misalnya saja kebutuhan tambahan finansial dokter peserta pelatihan selama bekerja. Pasalnya, tidak sedikit yang sudah berkeluarga dan masih perlu menghidupi keluarga selama menuntut ilmu.
Sayangnya, menurut dr. Adiba, hal ini belum menjadi isu utama bagi pemerintah. Faktanya, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak membayar PPDS saat bekerja.
Senada dengan itu, dr. Tommy Thamwan SpBTKV, Ketua Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDN), mengatakan pengendalian gaji perlu dilakukan. Jika dilihat dari sejumlah negara tetangga, Gaji yang dibayarkan kepada tenaga medis selama bekerja akan berkisar 15 juta RUN atau lebih.
Apa cita-cita di RI?
“Nilainya sekitar S$2.560 di Singapura. Tapi ini adalah negara maju. Kita lihat saja di negara-negara berkembang gaji yang mereka bayarkan, misalnya Malaysia, sekitar Rp 15 juta kalau dirupiahkan,” jelasnya.
“Tentunya Indonesia mempunyai kearifan lokal tersendiri. Tapi ada nilai tersendiri yang perlu diberikan,” ujarnya.
Hingga saat ini, menurutnya, banyak kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap bahwa dokter tidak perlu dibayar karena mampu secara finansial. Menurut dr. Bagi Tommy, hal ini jelas salah.
“Meski undang-undang pendidikan kedokteran sudah ada, PPDS harus dibayar karena penyebab depresi. Jika dia tidak punya uang, bagaimana dia bisa hidup? Bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhannya?
“Ini bisa jadi soal intimidasi terhadap generasi muda. Karena saya tidak mempunyai uang, saya meminta untuk membeli makanan dan meminta uang untuk membayar lapangan sepak bola. Oleh karena itu, kami merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan agar RS vertikal ini mendapat gaji,” tutupnya. Saksikan video “Ini kelompok berisiko tertular TBC.” (naf/up)