Jakarta –
Pedagang mengeluhkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan. Kenaikan PPN ini semakin mempersulit pengusaha dalam berusaha.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Peraturan Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) menetapkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025.
Shinta Kamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apando), mengatakan kenaikan PPN hingga 12 persen berpotensi menurunkan penjualan pelaku usaha di sektor formal. Meski saat ini penjualannya disebut-sebut sedang mengalami stagnasi.
“Hal ini tentunya akan menurunkan selera konsumsi dan menurunkan daya beli konsumen terhadap barang atau jasa sektor formal. Meski begitu, Apindo menemukan 4 dari 10 pelaku usaha Indonesia mengalami stagnasi penjualan (pertumbuhan penjualan kurang dari 3%),” Shinta kepada Datecom, Selasa (19/11/2024).
“Dengan adanya tanda-tanda menurunnya daya beli masyarakat saat ini, kenaikan PPN tentunya akan semakin memberikan tekanan terhadap kinerja penjualan di sektor riil, khususnya bagi pelaku usaha di sektor formal,” imbuhnya.
Kondisi ini dinilai kurang menguntungkan secara struktural. Dikatakan bahwa menaikkan PPN menjadi 12% akan meningkatkan ukuran sektor ekonomi informal, yang secara struktural akan membebani pertumbuhan ekonomi jangka menengah.
Oleh karena itu, kami meminta pemerintah mengkaji ulang kenaikan PPN menjadi 12% agar masyarakat sebagai konsumen dan pelaku usaha sektor formal tidak terbebani,” ujarnya.
Shinta menilai, idealnya PPN naik saat pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2024 hanya sebesar 4,95 persen secara tahunan (year-on-year), atau kurang dari 5 persen.
Idealnya, PPN naik ketika pertumbuhan ekonomi tinggi sehingga tidak membebani potensi pertumbuhan ekonomi atau kesejahteraan pasar atau masyarakat. Jadi perlu diperhatikan timingnya, tambahnya (acd/acd)