Jakarta –

Penertiban ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) telah mengubah lanskap kota Puncak di Kabupaten Bogor. Dulu, banyak lapak pinggir jalan yang berjejer di Jalan Puncak, namun kini sudah dirobohkan hingga rata dengan tanah.

Penertiban ini berlangsung sejak Senin (24 Juni) hingga beberapa hari setelahnya. Para PKL tersebut kemudian dipindahkan ke rest area Gunung Mas, Cisarua.

Salah satu penjual minuman dan mie soto asal Bogor, Diah, mengatakan proses ini sebenarnya memakan waktu hingga satu tahun. Banyak PKL, termasuk dia, pindah ke rest area setahun lalu.

Namun saat itu rest area masih sepi. Selain itu, masih ada PKL yang belum diumumkan, sehingga PKL yang sudah memiliki lapak di kawasan tersebut akan keluar dan membuka lapak permanen.

“Saya datang setahun yang lalu, tapi kemudian rest area sepi, masih banyak orang yang berjualan di pinggir jalan, jadi kami keluar,” katanya, yang menjalankan usaha di dekatnya. Kawasan agrowisata Gunung Mas selama 20 tahun terakhir.

Namun setelah mendapat perlakuan tersebut, para PKL akhirnya kembali lagi ke lapaknya di rest area. Bagi Diah, ia baru menempati gudangnya lagi pada pekan lalu.

Saat itu, kata dia, usahanya sedang merosot drastis. Kalau weekdays (Senin-Jumat), biasanya dia bawa pulang Rp 50rb, tapi weekend kemarin cuma Rp 100rb.

Menurut dia, letak kios yang berada di tengah rest area tidak strategis. Sebab sebagian besar pengunjung menginap di stand dekat parkiran.

Namun keadaan ini masih lebih parah dibandingkan tahun lalu, saat tempat peristirahatan ini sepi. Meski uang kembalian yang didapatnya saat ini lebih sedikit dibandingkan saat ia membuka warung pinggir jalan.

“Dulu Rp 100.000, kalau berhasil bisa Rp 200, tapi yang namanya bisnis saja tidak terjamin. Kadang di hari Sabtu tidak ada, tapi di hari Minggu banyak yang beli.” Dia berkata.

“Tapi di sini batasannya Rp 50 ribu, rata-rata Rp 100 ribu. Soalnya saya di tengah ya, kalau di depan parkiran, Sabtu dan Minggu bisa banyak, atau kalau macet banyak yang datang (ke rest area) banyak orang,” jelasnya lagi.

Sementara itu, Erlin yang mendapat stand di depan parkiran mengatakan, pendapatannya meningkat signifikan selama akhir pekan. Meski masih lebih baik dibandingkan saat membuka toko di sepanjang Jalan Puncak.

“Iya dua tiga kali lipat dari biasanya, Sabtu dan Minggu banyak mobil yang diam di sini, jadi tidur di mobil sampai Sabtu, Minggu pulang,” ujarnya.

Sam mengatakan, setiap hari ia membuka stoknya mulai pukul 08.00 hingga 22.00 WIB, dan di akhir pekan Erlin menjualnya hingga pukul 24.00 WIB. Dengan cara ini, jumlah pelanggan bisa bertambah, meski warung terdekat memutuskan buka 24 jam.

“Kalau nggak lembur (buka 24 jam), nanti capek. Nanti buka sampai jam 12 malam. Besok pagi aku minta uang. Rumahku juga dekat.” , dekat tempat peristirahatan ini ada desa, jadi tinggal jalan kaki saja,” ujarnya.

Erlin mengatakan, keputusan pemilihan lokasi booth dilakukan melalui undian bersama pihak manajemen. Hal ini mencegah para pedagang saling berebut lapak, terutama yang berada di depan tempat parkir seperti miliknya.

“Kocok (obat lotre) supaya tidak ada yang melawan, biar yang jual di pinggir sini (depan parkiran) untung semua. masyarakat yang sudah ada di sini ingin pindah,” kata Erlin. (fdl/fdl)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *